Hukrim  

Fransisco Bessi: Jaksa Hanya Sita 9 Hektar, dari Total 60 Hektar Tanah Milik Keluarga Konay

Keterangan Pers oleh Kuasa Hukum Keluarga Konay bersama ahli waris Marthen Soleman Konay. (Foto: Ama Beding)

Kupang, KN – Ketua Tim Hukum keluarga Konay Fransisco Bernando Bessi menegaskan, tanah yang disita oleh Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT) hanya 9 hektar dari total tanah seluas 60 hektar milik kliennya.

Hal ini disampaikan Fransisco Bernando Bessi kepada wartawan, Rabu (9/7/2025), untuk menepis isu di masyarakat bahwa seluruh tanah Konay telah disita jaksa.

“Perlu digarisbawahi bahwa tanah yang saat ini disita dan sudah ada plang dari kejaksaan itu hanya 9 hektar. Sedangkan tanah pagar panjang itu kurang lebih 60 hektar,” tegas Fransisco Bessi.

Dikatakan Fransisco Bessi, selama ini masyarakat salah mengartikan proses penyitaan tanah oleh Kejaksaan Tinggi, bahwa seolah-olah semua tanah keluarga Konay disita. Tapi faktanya hanya 9 hektar.

“Ini penting, supaya masyarakat menjadi tahu, bahwa tanah yang disita sebagian kecil dari tanah yang besar. Dan tanah yang besar itu semuanya sudah punya produk hukum sertifikat yang berbeda. Supaya informasi ini tidak liar di masyarakat,” jelas Fransisco Bessi.

Selain itu, Fransisco menegaskan, tanah yang disita oleh Kejati NTT itu berada di sisi kiri jalan ke arah hotel Neo. Sedangkan tanah milik keluarga Konay, yang ada di sisi jalan lainnya sudah bersertifikat dengan putusan pengadilan yang berbeda-beda.

“Sehingga perlu digarisbawahi bahwa khusus yang 9 hektar ini di luar yang 60 hektar,” tegasnya.

Fransisco menambahkan, kliennya keluarga Konay telah memenangkan perkara tanah pagar panjang, melawan sejumlah pihak hingga ke tingkat PK di Mahkamah Agung.

Dalam putusan PK Nomor: 1014 PK/Pdt/2021, tanggal 6 Desember 2021, Mahkamah Agung menegaskan bahwa tanah tersebut sah milik keluarga Konay.

Di sisi lain, kata Fransisco, Pengadilan Negeri Kupang pun mengakui atau menolak gugatan Pemkab Kupang yang berperkara melawan keluarga Konay. Pengadilan memerintahkan kepada Pemkab Kupang untuk melakukan ganti rugi.

Sementara itu, ahli waris pengganti Marthen Soleman Konay menyatakan, pihaknya merasa aneh dengan putusan Pengadilan Negeri Kupang nomor 5 tanggal 30 Juni 2025.

Ia menyebut, pihaknya menghormati putusan pengadilan, tapi tetap mempertahankan berita acara eksekusi tanah 8 September tahun 1997, oleh Pengadilan Negeri Kupang yang telah dilakukan sebelumnya.

“Kami tetap memegang putusan pengadilan, dan berita acara eksekusi. Sebelumnya sudah ada putusan, bahkan sudah ada berita acara eksekusi, dan saat ini pengadilan negeri membuat putusan lain yang bertentangan dengan putusan sebelumnya. Ini menurut kami agak aneh,” ungkap Teny Konay.

BACA JUGA:  Tertipu Janji Proyek Air di NTT, Pengusaha Asal Jakarta Rugi Rp247 Juta

Teny menegaskan, tanah milik keluarga Konay merupakan hasil perjuangan orang tuanya. Karena itu, dia tetap mempertahankan apa yang telah diperjuangkan oleh orang tuanya. “Saya tetap berpegang pada berita acara eksekusi,” tegasnya.

Pengacara Keluarga Konay lainnya Dr. Mel Ndaumanu menyampaikan, meski menerima putusan pra peradilan Pengadilan Negeri Kupang nomor 5 tanggal 30 Juni 2025, tapi ada sejumlah poin yang disoroti dari putusan tersebut.

Ia menyebut, ijin penyitaan berdasarkan KUHP Pasal 38 ayat 1 hanya boleh dilajukan oleh Ketua Pengadilan. “Namun demikian, hakim praperadilan justru tidak mempertimbangkan apa yang disampaikan oleh pemohon,” kata Mel Ndaumanu.

Ia menjelaskan, pertimbangan hakim dalam putusan justru mengacu pada pendapat ahli, bahwa yang penting sudah ada cap stempel, maka Ketua atau Wakil Ketua berwenang mengeluarkan ijin penyitaan.

“Ini juga kami kritisi. Karena dari teori kewenangan, hanya 3 yaitu bersumber dari kewenangan atribusi, delegasi dan mandat. Referensi yang diambil oleh hakim praperadilan ini hanya stempel. Bagi kami ini hal baru,” terangnya.

Selain cap, pengacara keluarga Konay juga menyoroti pertimbangan hakim lainnya. Dalam dalilnya, pengacara keluarga Konay menegaskan bahwa, perkara tersebut tidak ada hubungannya dengan tindak pidana.

“Justru hakim juga menolak ini, padahal sesungguhnya kami sudah menjelaskan dari bukti yang ada yaitu dari bukti P1 sampai P24, sudah menunjukan bahwa tanah tersebut adalah tanah pemohon. Kami pemohon telah membuktikan bahwa tanah tersebut milik alm Essau Konay. Namun demikan, ini juga ditolak oleh majelis hakim. Bahkan majelis hakim menyatakan bahwa sampai putusan ini berakhir, dari pemohon tidak menghadirkan bukti pembanding. Sudah kami hadirkan, tapi justru tidak dipertimbangkan oleh hakim,” jelasnya.

Ia kembali menegaskan bahwa, tanah milik keluarga Konay bukan hasil kejahatan. Tapi sesungguhnya milik kliennya keluarga Konay.

“Sesungguhnya tanah ini bukan hasil kejahatan. Tidak terkait dengan tindak pidana, tapi sesungguhnya milik pemohon,” pungkas Mel. (*)

IKUTI BERITA TERBARU KORANNTT.COM di GOOGLE NEWS