Jakarta, KN – Legislator Golkar dari NTT, Dr. Umbu Rudi Kabunang, angkat suara soal polemik tambang Raja Ampat. Ia berdiri mendukung langkah tegas Presiden Prabowo dan Menteri Bahlil Lahadalia mencabut empat izin tambang yang bermasalah.
“Kita tidak bisa kompromi terhadap pelanggaran lingkungan, apalagi di kawasan strategis seperti Raja Ampat. Saya mendukung penuh langkah Pak Menteri,” kata Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi Golkar, Dr. Umbu Rudi Kabunang saat diminta komentarnya soal keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mencabut empat izin tambang di Raja Ampat.
Umbu Rudi bukan legislator biasa. Sebagai putra Sumba dari daerah pemilihan NTT 2, ia dikenal sebagai salah satu suara kritis dari Timur dalam isu-isu sumber daya alam. Sorot matanya menajam saat berbicara soal tambang dan dampaknya terhadap ruang hidup masyarakat adat maupun warisan ekologis Indonesia. “Raja Ampat adalah simbol. Kalau di sana saja dilanggar, bagaimana daerah-daerah lain?” ujar dia, Rabu (11/6/2025).
Pekan ini, keputusan pemerintah mencabut izin empat perusahaan tambang di Raja Ampat menjadi berita besar. Menteri Bahlil mengumumkannya langsung dalam konferensi pers, Selasa, 10 Juni 2025. Ia menyebut, pencabutan ini dilakukan setelah kunjungan lapangan bersama kepala daerah. Ada indikasi kuat pelanggaran terhadap regulasi lingkungan dan ketidaksesuaian izin dengan kondisi lapangan.
Umbu Rudi menyambut keputusan itu dengan nada optimistis dan sekaligus waspada. Ia tahu, pencabutan izin bukan akhir dari persoalan. “Harus dipastikan bahwa setelah dicabut, tidak ada celah untuk main belakang atau munculnya izin baru dengan nama berbeda,” ujarnya. “Ini soal tata kelola, bukan sekadar pencabutan.”
Keberpihakan Umbu Rudi pada isu lingkungan bukan hal baru. Sebagai anggota Komisi XIII yang membidangi Hukum, HAM dan Imigrasi dan duduk di Badan Legislasi, ia menjadi salah satu pengusul revisi mekanisme evaluasi IUP yang lebih transparan dan melibatkan partisipasi publik.
Dalam konteks Raja Ampat, Umbu melihat keputusan Bahlil bukan hanya soal penertiban administrasi, tapi juga pernyataan politik: bahwa negara tidak akan berpihak pada pemodal semata. “Kita ini negara hukum, bukan pasar bebas investasi,” katanya. Ia pun menyebut tindakan cepat Menteri Bahlil sebagai benchmark tolok ukur baru dalam kepemimpinan sektor energi dan sumber daya.
Ia juga membantah kekhawatiran bahwa pencabutan ini akan mengganggu pariwisata. Justru sebaliknya, menurut Umbu, penertiban ini akan memperkuat posisi Raja Ampat sebagai destinasi ekowisata global. “Saya perlu tegaskan, tambang itu letaknya jauh dari titik-titik wisata utama. Tidak ada yang terganggu,” tegasnya. Ia meminta publik tak terkecoh oleh isu-isu yang sengaja diembuskan untuk melemahkan keputusan pemerintah.
Bagi Umbu, keberanian politik adalah kunci. Ia menilai Bahlil menunjukkan itu berani turun langsung, mendengar masyarakat, dan mengambil keputusan tegas, meski izin-izin tambang tersebut bukan dikeluarkan di era kepemimpinannya. “Saya harap semangat ini menular ke kementerian lain. Responsif, turun lapangan, dan tak kompromi terhadap pelanggaran.”
Pencabutan empat izin tambang ini bisa jadi awal dari babak baru tata kelola minerba di Indonesia. Namun, seperti diingatkan Umbu Rudi, pekerjaan rumah belum selesai. Perlu penguatan pengawasan, pembenahan data perizinan, hingga penegakan hukum terhadap pelanggaran yang sudah terjadi.
Raja Ampat adalah panggungnya. Tapi suara yang menggema sampai Senayan datang dari Timur—dari seorang legislator yang membawa semangat adat dan ekologi dalam satu tarikan nafas politik.
“Kalau kita mau membangun Indonesia dari pinggiran,” ujar Umbu, “maka dengarkan suara mereka yang menjaga batas-batas terakhir alam kita.”**