Hukrim  

Kasus Kekerasan Seksual Tinggi, Pakar Hukum Dorong Pemerintah Terapkan Hukum Suntik Kebiri

Dr. Semuel Haning. (Foto: Ama Beding)

Kupang, KN – Pakar hukum Universitas Persatuan Guru (UPG) 1945 NTT Dr. Semuel Haning mendorong pemerintah untuk menerapkan hukum suntik kebiri. Hal ini disampaikan Dr. Semuel Haning, buntut tingginya kasus kekerasan seksual di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Saya sangat mengharapkan adanya perubahan UU perlindungan anak. Saya berharap pemerintah dapat menerapkan kembali hukuman suntik untuk melemahkan atau membuat alat vital menjadi tidak berfungsi,” kata Dr. Semuel Haning kepada wartawan, Kamis (3/4/2025).

Ia menjelaskan, hukuman suntik kebiri ini pernah diwacanakan, tetapi gagal diberlakukan karena terhalang alasan HAM atau Hak Asasi Manusia.

Namun dengan tingginya kasus kekerasan seksual terhadap anak, maka Dr. Semuel Haning menilai bahwa saat ini adalah waktu yang paling tepat untuk hukuman suntik kebiri harus diterapkan.

“Hukuman suntik kebiri harus diberlakukan supaya ada efek jerah. Kalau hukuman hanya 1 atau 2 tahun saja, kasihan juga dengan korban. Seharusnya ada hukuman jauh lebih tegas,” ucapnya.

Dikatakan Dr. Semuel Haning, ada sejumlah motif yang bisa menyebabkan terjadinya kasus kekerasan seksual, diantaranya adalah niat dan kesempatan yang didapatkan oleh pelaku.

“Niat dari pelaku itu ada, tapi tidak ada kesempatan maka kekerasan seksual tidak mungkin terjadi. Kesempatan ada, tapi niat tidak ada maka tidak terjadi pelecehan,” terangnya.

BACA JUGA:  Oknum Anggota DPRD Kota Kupang Diadukan ke Mabes Polri, Buntut Kasus Kejahatan Perkawinan

Terhadap korban kekerasan seksual, Dr. Semuel Haning mendorong pemerintah, agar para korban harus ditangani secara hati-hati. Penanganan korban kekerasan seksual juga harus melibatkan pihak sekolah dalam hal ini guru, orang tua dan rohaniawan.

“Kita kenal ada kasus kekerasan seksual yang dilakukan baik secara lisan, verbal, fisik, dan emosional. Kita berharap agar pemerintah bergerak cepat, agar asus-kasus kekerasan seksual ini harus segera dicegah dan ditangani dengan baik,” tandasnya.

Sementara itu, pengamat pendidikan Aplonia Dethan menilai, hukuman suntik kebiri dapat diterima dengan akal sehat dengan mempertimbangkan faktor kemanusiaan.

“Karena korban akan mengalami masalah psikologis selama dia hidup. Kalau dia sudah mengalami tekanan sosial, maka dia merasa tidak punya harga diri lagi,” kata Aplonia.

Aplonia yang juga Ketua PGRI Kota Kupang ini juga mendorong pemerintah menerapkan hukuman suntik kebiri.

“Agar hukuman ini pada suatu saat akan memberikan efek jerah. Hukuman ini memberikan efek jerah bagi pihak-pihak yang merasa diri tidak punya memiliki harkat dan martabat lagi sebagai manusia dalam tatanan hidup bermasyarakat,” pungkasnya. (*)