Ruteng, KN – Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng melalui Program Studi PG PAUD sukses mengadakan Seminar Ilmiah Dosen bertajuk “Hak dan Perlindungan Anak” pada Sabtu, (30 November 2024).
Program Studi PG PAUD menggelar kegiatan itu secara Daring (dalam jaringan) yang melibatkan 300 peserta.
Maria Dissriany Vista Banggur, S.Kom., M.Pd., selaku Ketua Panitia, menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi menyukseskan acara itu.
Dalam laporannya, ia menekankan bahwa seminar itu tidak hanya menjadi wadah diskusi akademik, tetapi juga langkah awal untuk memperkuat sinergi dalam melindungi anak-anak, baik di sektor pendidikan maupun komunitas.
“Semoga seminar ini menjadi katalis untuk menciptakan kebijakan dan inisiatif baru yang mendukung perlindungan anak di berbagai bidang,” harapnya.
Ketua panitia yang akrab disapa ibu Rini mengungkapkan bahwa Seminar itu menegaskan pentingnya peran kolektif keluarga, gereja, sekolah, dan pemerintah dalam memastikan hak anak terpenuhi.
Kegiatan seminar ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, pemahaman, dan strategi kolektif dalam perlindungan hak anak, khususnya dalam mendukung tumbuh kembang anak usia dini di lingkungan keluarga, pendidikan, dan masyarakat, lanjutnya.
“Dengan menciptakan lingkungan yang aman, penuh kasih, dan mendukung perkembangan anak, kita tidak hanya melindungi masa depan mereka, tetapi juga membangun generasi yang mampu menghadapi tantangan dunia dengan keberanian dan integritas”tutupnya.
Pantauan wartawan seminar ilmiah itu menghadirkan 3 narasumber yang akan mengupas tentang hak dan perlindungan anak untuk masa depan yang lebih baik
Mengapa Perlindungan Anak Penting?
Seminar ini menyoroti bahwa anak usia dini adalah kelompok yang paling rentan terhadap kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan diskriminatif.
Sebagai generasi penerus bangsa, anak-anak memerlukan lingkungan yang aman, sehat, dan penuh kasih untuk tumbuh dan berkembang secara optimal—baik fisik, mental, sosial, maupun emosional.
Adriani Tamo Ina Talu, M.Pd., salah satu narasumber utama, menggarisbawahi bahwa perlindungan anak merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan negara.
Dengan memaparkan strategi perlindungan anak, ia mengajak semua pihak untuk berperan aktif menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan anak melalui penguatan peran keluarga, institusi pendidikan, serta kebijakan yang relevan.
Inisiatif Paroki Ramah Anak di Keuskupan Ruteng
Ignasius F.R. Bora, S.Fil., MA, dalam sesi presentasinya, membahas inovasi sosial-religius bernama Paroki Sayang Anak (PSA).
“Program ini merupakan kolaborasi Gereja Keuskupan Ruteng dan berbagai mitra seperti World Vision Indonesia (WVI), yang bertujuan menciptakan komunitas paroki yang ramah anak” ugnkapnya.
Dengan pendekatan berbasis komunitas, PSA mengintegrasikan nilai-nilai Kristiani dalam mendukung pemenuhan hak anak, termasuk pendidikan, spiritualitas, dan perlindungan terhadap anak-anak rentan.
Program PSA, lanjut Romo Pepy, juga didukung dengan kebijakan yang mendorong gereja untuk menyediakan fasilitas ramah anak, seperti ruang bermain, bahan bacaan edukatif, dan wadah keterlibatan anak dalam liturgi serta kegiatan sosial.
“Dengan keterlibatan aktif anak dalam kehidupan komunitas, program ini mendorong anak-anak untuk tumbuh menjadi individu yang percaya diri dan berdaya” tutupnya.
Era Digital: Tantangan dan Peluang
Fransiskus De Gomes, S.Fil., M.Pd., berbicara tentang fenomena kekerasan siber yang semakin meningkat di era digital.
Ia mengingatkan pentingnya literasi digital bagi anak-anak dan keluarga untuk melindungi mereka dari ancaman dunia maya.
Dalam paparannya, ia juga menyoroti peran penting institusi pendidikan dalam memberikan pelatihan dan pengetahuan kepada siswa mengenai keamanan digital dan etika menggunakan teknologi.
Strategi Perlindungan yang Terpadu
Seminar ini menekankan bahwa strategi perlindungan anak harus mencakup langkah-langkah kolaboratif antara berbagai pihak.
Adriani Tamo Ina Talu, M.Pd., menegaskan pentingnya penguatan peran keluarga sebagai benteng utama dalam perlindungan anak, diikuti oleh dukungan masyarakat dan institusi pendidikan.
“Kebijakan yang inklusif dan regulasi yang kuat juga menjadi kunci untuk menjamin hak-hak anak terpenuhi secara holistic” jelasnya.
Namun, seminar ini juga mengungkapkan tantangan utama dalam implementasi strategi ini, termasuk kurangnya kesadaran masyarakat, keterbatasan sumber daya, dan lemahnya koordinasi antara lembaga.
Dalam menghadapi kendala ini, narasumber mendorong langkah-langkah konkrit seperti pelatihan berkelanjutan bagi pendidik, kampanye kesadaran publik, dan pembentukan sistem pelaporan yang lebih efektif untuk menangani kasus pelanggaran.**(KN)