Kupang, KN – Isu bahwa Bank NTT akan menjadi milik Bank DKI jika menjalin kerja sama dalam bentuk KUB atau Kelompok Usaha Bank dengan Bank DKI kini telah dibantah.
Pengamat hukum perbankan Petrus E. Jemadu menegaskan, skema KUB bukan berarti otomatis Bank NTT jatuh ke tangan Bank DKI.
“Kalau saya dengar, OJK sudah melunak. Tidak harus otomatis Rp641 Miliar lagi. Bisa secara bertahap, Rp50 atau Rp100 Miliar. Tergantung langkah-langkah ke depan. Karena tingkat survive Bank NTT sudah cukup bagus,” tegas Piet Jemadu.
Ia menerangkan, kerja sama dengan bank-bank lain bukan baru kali ini saja dilakukan oleh Bank NTT. Tapi sudah lama Bank NTT menjalin kerja sama dengan bank-bank lain baik BPD maupun Himbara.
“Sehingga ini tujuannya baik. Bank DKI juga tujuannya baik. Konsepnya membantu daerah dan negara ini, dan dia memang akan menjadi pemegang saham,” tuturnya.
Terkait KUB dengan Bank DKI, Piet Jemadu menyatakan, Bank NTT punya opsi untuk membeli kembali (buy back) saham Bank DKI.
Sehingga skema KUB selain membantu menyelamatkan Bank NTT, tetapi juga bank kebanggaan masyarakat NTT itu akan tumbuh menjadi bank yang lebih kuat dan terhindar dari berbagai risiko perbankan.
“Ada komitmen buy back. Bisa secara bertahap dibeli kembali oleh pemegang saham seri A Bank NTT. Tapi KUB ini untuk menyangga risiko. Bukan berarti rekening rakyat NTT kurang lebih Rp10 Triliun tadi menjadi milik Bank DKI. Cara berpikir ini salah. Bank NTT tetap milik rakyat NTT,” tegasnya.
Ia menambahkan, kerja sama KUB bukan berarti Bank DKI ingin mencaplok Bank NTT.
“Bank DKI bukan ingin mencaplok, tetapi sudah ada negosiasi antar direksi. Saya apresiasi negosiasi itu. Bisa juga tahun depan kita take over atau buy back kembali saham Bank DKI secara perlahan. Itu sangat bisa,” pungkasnya. (*)