Ruteng, KN – Perusahan Listrik Negara (PLN), salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diduga mencatut nama lembaga gereja dalam upaya perluasan PLTP Ulumbu di Kabupaten Manggarai, NTT.
Upaya itu dilakukan pihak PLN, guna meyakinkan masyarakat setempat untuk perluasan PLTP Ulumbu unit 5-6 (Poco Leok) dengan kapasitas 2×20 MW tersebut.
Pencatutan itu diketahui saat pembagian booklet atau selebaran dari pihak PLN. Pada cover berjudul Pendekatan Adat yang Konsultatif, PLN menulis telah melakukan pendekatan dan konsultasi kepada tokoh dan pemangku kepentingan.
Pembagian booklet itu dilakukan PLN pada tahap identifikasi lahan setelah melalui tahapan sosialisasi kepada masyarakat maupun kepada para pemangku kepentingan di Kabupaten Manggarai.
Pemangku kepentingan yang dimaksud PLN adalah Pemerintah Kabupaten, Camat Satar Mese, PLN juga mencantumkan lembaga layanan advokasi Gereja Katolik di Kabupaten Manggarai.
Selain itu ada Komisi Justice, Peace and Integrity of Creation (JPIC) dari Keuskupan Ruteng, Ordo Fransiskan [OFM] dan Serikat Sabda Allah (SVD), dan Rektor Universitas Katolik Indonesia St. Paulus Ruteng juga turut disebut.
Menanggapi pencatutan nama lembaga gereja oleh PLN, Komisi Justice, Peace and Integrity of Creation (JPIC) dari Keuskupan Ruteng dan Ordo Fransiskan (OFM) membantah keras bahwa pihaknya tidak pernah berkonsultasi terkait perluasan PLTP Ulumbu dengan PLN.
Direktur Eksekutif OFM, Pastor Fridus Derong saat dikonfirmasi media menegaskan, pihaknya sama sekali tidak pernah melakukan konsultasi terkait perluasan PLTP Ulumbu.
Menurutnya, mereka hanya diundang untuk mengikuti sosialisasi yang diinisiasi oleh pihak PLN, dan bukan untuk berkonsultasi terkait PLTP Ulumbu. Karena JPIC juga menyatakan sikap untuk menolak rencana perluasan PLTP Ulumbu.
“Tidak benar itu, tidak ada konsultasi dengan kami. Kalau sosialisasi dan konsultasi itu beda. Jadi untuk konsultasi, tidak ada. Itu kebohongan mereka,” ungkap Pastor Firdaus.
JPIC OFM, kata dia, selalu ada bersama masyarakat Poco Leok untuk menolak pengembangan Geotermal itu. Karena di satu sisi, banyak masyarakat yang sudah menjadi korban.
“Kami sudah kesana bertemu warga dan tua adat. Dan Sikap JPIC OFM berpihak kepada masyarakat. Karena disatu sisi sudah menjadi korban, terutama mereka yang sudah di wewo dan juga calon masyarakat yang menjadi korban,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, alasan utama menolak rencana perluasan PLTP Ulumbu karena hasil advokasi bersama JPIC OFM, banyak janji-janji palsu pihak PLN kepada masyarakat, yang hingga kini belum juga dipenuhi.
“Janji yang mereka sampaikan itu berupa penerangan, lapangan kerja, dan listrik cuma-cuma. Tetapi kita melihat itu hanya alibi perusahan untuk membohongi masyarakat,” jelasnya.
Inormasi yang diperoleh piahaknya, menyebut wilayah Damu masih terdapat 40 KK yang belum dialiri listrik. Selain itu, warga Damu tidak dilibatkan dalam pekerjaan sesuai yang dijanjikan.
“Sudah jelas ada buktinya terhadap masyarakat di Damu. Dan orang yang bekerja di sana juga tidak ada orang Damu. Kalau terkait listrik, masih 40 KK yang belum dialiri listrik. Lalu ada yang punya listrik, itupun mereka beli, bukan dihadiahkan oleh PLTP Ulumbu,” tandasnya.
Hadirnya PLTP Ulumbu Memicu Konflik
Direktur Eksekutif OFM, Pastor Fridus Derong, juga menilai kehadiran PLTP Ulumbu akan memicu konflik di tengah masyarakat.
“Karena sekarang sudah ada pro dan kontra. Sebelum hadirnya perluasan PLTP Ulumbu, kondisi di tengah masyarakat baik-baik saja,” jelasnya.
Pastor Fridus juga menyoroti terkait lingkungan hidup, ruang hidup masyarakat, tanah milik warga, potensi bencana ke depan, serta potensi pencemaran lingkungan karena kehadiran PLTP Ulumbu.
Ia menerangkan, dark aspek ekologis, selama ini cara pandang masyarakat masih seputar antroposentris, yang artinya hanya demi manusia, tanpa memikirkan alam yang selalu menopang kehidupan manusia.
“Kalaupun suatu saat warga Poco Leok terima semua, JPIC tetap berjuang karena di sana ada pohon, tanaman, udara dan lain-lain,” tegasnya.
“Kita juga harus membuka mata dengan kehancuran akibat kehadiran Geotermal itu. Yang paling dekat itu di Mataloko, atau di Damu itu, seng rumah yang cepat karat,” tutupnya.
Direktur JPIC Keuskupan Ruteng, Marthen Jenarut, menjelaskan, JPIC hanya diajak untuk melakukan diskusi bukan konsultasi terkait Perluasan PLTP Ulumbu.
“PLTP Ulumbu bukan melakukan konsultasi tapi mengajak kami untuk diskusi,” katanya.
Dia menjelaskan, pihaknya sudah menegaskan bahwa kegiatan eksplorasi Geotermal harus tetap menjaga kondisi lingkungan hidup, serta memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar masyarakat untuk menikmati ruang hidup yang nyaman dan bersih.
“Gereja Keuskupan Ruteng sangat mendukung 3 pilar susitanable development, yakni pertumbuhan ekonomi, kelestarian ekologi dan keadilan sosial,” pungkasnya.(*)