Oleh: Maximilianus Sutarto Dali
Mengungkapkan bahwa tarian caci adalah sebuah Penataan dan pemeliharaan budaya hendaknya dilakukan secara rutin dan berkala, agar tujuan dari budaya dalam tata kehidupan masyarakat benar-benar dipahami dan dirasakan manfaatnya. Budaya sebagai dasar kehidupan masyarakat hendaknya diperhatikan secara penuh oleh masyarakat sebagai pelaku budaya. Budaya dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat dan tidak mudah untuk dipisahkan oleh siapa dan apapun alasannya, apalagi sampai tidak ditindaklanjuti dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Salah satu kampung yang selalu membuka dalam giat acara kebudayaan tarian caci ini adalah yaitu kampung Repok Letaknya di Kecamatan Satarmese Barat Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur. Lokasi kampung Repok ini juga sangat menarik jika dilihat dari atas Bukit Kebe Gego.Di bukit ini,Banyak orang yang singgah ataupun istirahat dalam perjalanan untuk menikmati indahnya keunikan kampung ini.Giat acara caci dikampung ini,itu sangat penting bagi kehidupan orang muda yang sudah diwariskan oleh Nene Moyang mereka dulu. Pesan dari mereka dulu adalah jangan pernah meninggalkan semua warisan ataupun kebudayaan ini sampai kalian tutup usia. Tutur Bapak PLIPUS UKUS,yang memberikan pesan dan Nasehat ini kepada anak,cucunya yang masih terikat dalam kebudayaan tarian caci ini. (Sanggen taung tombo daku neka hemong,pande ata di’a lemeu.Agu idep one na’i) Semua yang saya sudah kasitahu kepada kalian,jangan pernah lupa tentang kebudayaan ini.Dan simpan baik-baik dalam hati nurani kalian.
Menurut Bapak, PLIPUS UKUS. Mendefinisikan budaya sebagai sistem ide atau sistem gagasan. System ini berfungsi sebagai pedomaan dan penuntun masyarakat untuk bersikap dan berperilaku. Dari pengertian ini sangat jelas sekali peran penting budaya dalam menata kehidupan manusia agar benar-benar menjadi pribadi yang berkarakter budaya. Manfaat budaya sungguh besar bagi masyarakat karena mengandung berbagai cara dan pengajaran yang sesuai untuk mengembangkan dan menata karakter setiap individu. Budaya mengarahkan masyarakat dengan tidak memberikan kelunakan kepada siapapun atau apapun profesinya. Budaya tidak mudah dirubah oleh berbagai macam gejala dan kedudukan profesi masyarakat, dia tetap pada posisinya dan perannya untuk mengarahkan masyarakat ke jalan yang benar. Tidak pernah ada dalam budaya suatu pengajaran yang disampaikan kepada masyarakat tentang hal yang tidak baik, tentu saja banyak hal yang dipelajari dalam budaya hanya untuk menjelaskan hal-hal yang berguna dan menguntungkan seperti yang di contohi dalam tarian caci.
Tarian Caci merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari batang tubuh budaya Manggarai. Tanpa dijelaskan panjang lebar nama dan darimana tarian ini berasal, pandangan orang akan tertuju pada nama Manggarai. Nama Manggarai sudah tidak asing lagi didengar oleh masyarakat di luar Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), baik oleh masyarakat yang masih berada di wilayah Indonesia maupun orang asing.
Hal ini disebabkan karena Manggarai yang merupakan kabupaten yang berada di pulau Flores bagian barat memiliki keunikan dan kekayaan budayanya. Memang berbicara tentang budaya itu sama halnya kita membicarakan wilayah-wilayah kesatuan sebagai suatu wilayah pewarisan sang leluhur atau Embo Agu Embu. Mereka telah mewariskan hadiah yang terindah bagi kita sebagai generasi yang akan melanjutkan tongkat pembangunan budaya di masa-masa sekarang dan yang akan datang. Tugas kita sebagai generasi penerus memang suatu hal yang tidak gampang seperti yang kita pikirkan. Budaya yang berkembang dengan didasari oleh satu paradigma yaitu menerapkan budaya praktis. Penerapan budaya praktis jauh lebih baik dan tahan lama jika dibandingkan dengan budaya abstrak. Budaya konkrit langsung tertuju pada sasarannya yaitu melakukan, mengimplementasikan. Sedangkan budaya abstrak hanya sebatas menampung ide, gagasan yang menurut pemikirannya baik dan berkualitas.
Di era masa kini, banyak generasi budaya Manggarai yang telah melangkah ke jalur yang berbeda dengan sebelumnya. Generasi penerus lebih senang dan simpatik untuk berada pada jajaran budaya bukan Manggarai, lebih senang untuk mempraktikan budaya-budaya lokal tapi bukan Manggarai. Dan lebih dari itu, generasi budaya Manggarai lebih memfokuskan pikirannya untuk mengembangkan potensi budaya modern. Fakta menunjukkan bahwa dalam memperingati atau merayakan acara keluarga di Manggarai, banyak generasi yang dominan untuk berdisko dan
Berdansa ala Barat. Sekarang music DJ, reggae, rock dan jazz paling disukai oleh masing-masing generasi.Sehingga sampai sekarang banyak orang ataupun para remaja dan kalangan anak-anak menghilangkan lagu kebudayaannya sendiri. Misalnya dalam lagu sandang tarian caci yang dulunya terpopuler saat memulai giat acara caci.
Makna Filosofis Tarian Caci, Salah Satu Budaya Manggarai ORANG Manggarai, Flores, NTT adalah orang yang memiliki cita-cita. Dan cita-cita itu umumnya diungkapkan dalam motto yang tergambar dalam paci/pasi/rait. Paci, asal kata dari bahasa Manggarai yaitu Cipa dan Ci. Cipa berarti menangkis. Dan Ci berati uji (an). Paci berarti sebuah ekspresi (mengekspresikan diri) dalam exorcisme dari suatu tekanan/ pembebasan jiwa dari suatu pergulatan kehidupan.
Sementara kata Caci, asal kata dari bahasa Manggarai ci gici ca, yang berarti uji satu per satu, satu lawan satu. Orang Manggarai memang diciptakan menjadi petarung dan tidak menjadi pengecut. Paci/ pasi/ rait mengungkapkan visi kehidupan dalam mana orang Manggarai menyatakan muatan hidup/ gambaran kekuatan atau kualitas hidupnya yang terungkap secara simbolis atau metafora.
Melalui Paci/pasi/rait orang manggarai banyak-citanya citanya. Paci/pasi/rait berciri khas puitik (durit), cenderung dihubungkan dengan suku (uku) dan kampung halaman (beo). Seperti yang tercatat dalam Paci misalnya: Pangga Lance Reba Lante, Pangga Pa’ang Ata Ngara Tana (Ben S Galus), Néra Béang Léhang Tana Bombang, Palapa Cama Laki Toto Rani Nai, Jarot Labok Tana, Lalong Rombéng Kéor Kolé, Todo Lolo Bali (Mansyur), Wéwa Néra ata Wéla ( Frans Jelata). Orang Manggarai adalah orang yang mengungkapkan kualitas/ keberadaan hidupnya melalui bahasa metafora/ simbolis melalui paci. Paci menjadi cara mengada (mode of being), cara bereksistensi. Kemengadaan orang Manggarai terwujud dalam berbagai bentuk Paci. Pepatah Manggarai mengatakan ”Konem mese neho nian ata (pangkat mese, sekola mese), landing eme toe manga Paci, lebi di’a hia jadi mendi laing” (Sehebat apa pun seseorang bila tidak punya Paci, lebih baik jadi babu, Tutur Bapak PLIPUS UKUS.
Paci adalah ungkapan keabadian. Karena dalam Paci tergambar filosofi hidup, cita-cita hidup, visi misi tana (ata) Manggarai. Karena di tana Manggarai tidak ada yang abadi, kecuali tulisan paci itu sendiri. Kalau Descartes, filsuf Perancis, beraliran Rasionalisme, mengatakan ”Cogitio Ergo Sum”, yang berarti ”aku berpikir maka aku ada”, kita dapat mengubahnya menjadi ”Paci Ergo Sum”, yang berarti ”aku paci maka aku ada”. Orang Manggarai adalah orang yang memiliki harapan agar beraksi cepat dalam menunaikan sesuatu. Harapan ini diungkapkan dalam goet (bahasa sindiran, red): “neka mejeng hese, neka
Ngonde holes: (jangan lambat berdiri, jangan malas bergerak/ menengok/ menoleh). Singkatnya Paci adalah sebuah cara untuk menemukan identitas sebagai manusia Manggarai.
Beberapa perlengkapan yang digunakan dalam tarian Caci/Danding seperti Panggal, Agang atau Tereng dan Nggiling. Panggal adalah salah satu perangkat Caci. Panggal berfungsi melindungi kepala pemain caci dari pukulan lawan agar tidak cedera berat.
Apa makna filosofi Panggal? Panggal terdiri atas lima sudut yang melambangkan simbol keyakinan orang Manggarai yakni rumah sebagai tempat tinggal/ perlindungan, kampung sebagai tempat persatuan, air sebagai sumber kehidupan, kebuh sebagai simbol kesejahteraan dan gerbang sebagai penjaga atau penjaga kampung.
Sementara Nggiling atau perisai yang berbentuk bulat itu merupakan lambang bumi. Nggiling berbahan dasar kulit kerbau. Bumi tempat tumbuh semua makluk hidup di muka bumi. Nggiling sebagai salah satu perangkat caci melambangkan seorang wanita atau ibu. Ibu mengandung dan melahirkan manusia. Ibu menyusui anak. Dari dalam tubuh ibu melahirkan banyak sumber daya manusia. Nggiling selain lambang bumi (kesuburan) juga sebagai lambang kesejahteraan, kedamaian.
Agang atau Tereng: Tereng berbentuk setengah lingkaran berbahan rotan atau kalau tidak ada rotan bambu pun bisa sebagai simbol laki-laki. Tugas laki-laki adalah melindungi, memberi nafkah anak, menuntun, mengarahkan keutuhan keluarga.
Wado (pecut). Wado berbahan dasar rotan dan ujung diikatkan dengan irisan larik terbuat dari kulit kerbau kering. Wado bermakna sebagai cu’a. Cu’a adalah kayu yang dipakai untuk menanam jagung atau padi atau tanaman apa saja. Ketika dipukulkan kepada lawan itu artinya menanam tanaman. Bila lawannya kena dan berdarah itu berarti subur atau panenan kita berlimpah.
Maka permainan caci biasanya dilakukan oleh orang Manggarai pada saat setelah panenan atau memasuki musim tanam berikutnya. Caci sebagai tarian ucapan syukur kepada Tuhan atas penenan yang berlimpah. Tutur Bapak PLIPUS UKUS orang yang berjiwa kebuayaan tarian Caci di Kampung Repok,Kecamatan Satarmese Barat,Kabupaten Manggarai. Nusa Tenggara Timur.
Penulis adalah mahasiswa Program Studi Pendisikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Indonesia Santu Paulus Ruteng.