Kupang, KN – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT Dr. Yulianto, SH.,MH menegaskan, selama menjabat sebagai Kajati NTT, total aset milik pemerintah dan negara yang sudah dikembalikan sudah mencapai Rp2 Triliun.
“Ini ril. Karena semboyan saya ketika datang di sini, bahwa NTT adalah rumah kedua saya, dan ingin menertibkan semua aset, demi kesejahteraan masyarakat NTT,” kata Yulianto kepada wartawan, Kamis 27 Januari 2022.
Menurutnya, persoalan yang saat ini sedang ditangani adalah terkait dengan perkara sejumlah aset tanah yang disita dalam kasus yang melibatkan Thomas More.
Pekan depan, Kejati NTT akan memanggil Wali Kota Kupang Jefirstson Riwu Kore untuk menyerahkan sejumlah aset milik Pemerintah Kota Kupang, yang berhasil disita pihak Kejaksaan.
Aset tersebut merupakan tanah milik Pemerintah Kota Kupang, yang berlokasi di Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, tepatnya di depan Hotel Sasando.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT, Yulianto menjelaskan, Kejati NTT akan mengembalikan aset itu, dan diharapkan dapat dipergunakan demi kepentingan masyarakat Kota Kupang.
“Terkait penanganan masalah ini, rencananya pekan depan, saya akan memanggil Wali Kota Kupang, untuk menyerahkan tanah milik Pemkot Kupang, untuk dipergunakan bagi kepentingan rakyat,” ujar Yulianto.
Atas masalah itu, mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kupang, Thomas More telah dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun, karena dinyatakan bersalah dan terlibat dalam tindak pidana korupsi, aset tanah milik Pemkot Kupang.
“Karena pada saat terjadinya dugaan-dugaan tindak pidana korupsi, nilai kerugian negara sebesar Rp66 Miliar. Dan dari hasil pemeriksaan, nilai asetnya itu sebesar Rp200-250 Miliar,” ungkap Yulianto.
Meski demikian, kata dia, pihaknya akan tetap melakukan kajian terhadap 30 pelanggaran yang dilakukan oleh penerima aset tanah milik Pemerintah Kota Kupang, karna didalam penegakan hukum, tidak ada istilah hukum pilih kasih.
“Itu tidak ada. Jadi kami tetap lakukan kajian terhadap semua orang yang bersangkutan. Perkara ini sangat menarik. Karena pelaku utamanya dibebaskan, dan mengorbankan orang lain,” tegas Yulianto.
Ia menjelaskan, perkara itu akan menjadi tantangan bagi Kejati dan Kejari, untuk bisa melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap tuntuan yang dilakukan terhadap Thomas More.
“Ini demi keadilan. Tetapi berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), bahwa tidak boleh melakukan upaya Peninjauan Kembali (PK). Namun pada prinsipnya, saya akan tetap lakukan PK, apapun resikonya,” jelasnya.
“Keadilan itu harus dari hati. Tidak bisa pelaku utamanya dilepaskan, sedangkan orang lain dimanfaatkan dan disalahkan untuk dipidana,” tutup Yulianto.(*)