Daerah  

Gubernur Melki Tegaskan Transformasi dan Kemandirian Energi Bukan Pilihan, Tapi Kebutuhan

Gubernur NTT Melki Laka Lena saat menghadiri dialog yang digelar oleh Forum Dialog Nusantara, Jumat (18/7/2025) sore di Jakarta, dengan mengusung tema "Re-Industrialisasi dan Ketahanan Energi Menuju Indonesia Emas". (Foto: Istimewa)

Kupang, KN – Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Melki Laka Lena, menegaskan bahwa transformasi energi bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak, khususnya bagi wilayah NTT yang kini telah ditetapkan sebagai provinsi energi terbarukan.

Hal tersebut disampaikan Gubernur Melki dalam sebuah forum diskusi publik, yang dihelat oleh Forum Dialog Nusantara, Jumat (18/7/2025) sore di Jakarta, dengan mengusung tema “Re-Industrialisasi dan Ketahanan Energi Menuju Indonesia Emas”.

Dalam forum tersebut, Gubernur NTT menekankan bahwa krisis energi fosil seperti batu bara dan minyak bumi yang semakin menipis menuntut daerah untuk beralih ke sumber energi baru dan terbarukan (EBT).

“Transformasi energi ini bukan hal baru. Sudah dirancang sejak era Presiden Habibie. Namun momentumnya baru sekarang, ketika semua yang kita anggap tersedia otomatis seperti batu bara dan fosil mulai berkurang drastis,” ujar Melki.

Eks Wakil Ketua Komisi IX DPR RI ini menjelaskan, menurut data pemerintah, Provinsi NTT memiliki potensi besar di sektor energi terbarukan, yaitu, energi angin: 10.188 MW, energi hidro: 369,5 MW, energi surya: 60,13 GW (60.130 MW), bioenergi: 746,8 MW, dan panas bumi: 1.149 MW.

Dengan keunggulan ini, pemerintah provinsi kini telah memetakan potensi tersebut di 22 kabupaten/kota, dengan mempertimbangkan empat aspek utama yakni, ketersediaan sumber energi, dampak lingkungan, akses dan tantangan geografis, serta keterjangkauan biaya investasi.

“Kami tidak hanya menumbuhkan energi, tetapi juga mendorong kemandirian energi. Jaringan listrik di Pulau Timor dan Flores sudah cukup baik, namun di daerah kepulauan dan Pulau Sumba, sistemnya masih berdiri sendiri dan belum terkoneksi,” jelas Gubernur.

Geotermal Jadi Isu Sensitif, Tapi Perlu Pendekatan Ilmiah dan Dialog

Gubernur Melki mengakui bahwa pengembangan energi panas bumi (geotermal) masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Namun ia menilai, resistensi tersebut sering kali bersumber dari kurangnya informasi dan minimnya dialog langsung di lapangan.

BACA JUGA:  Bank NTT Serahkan Dana CSR Rp250 Juta untuk Penataan Taman Kota

“Saya baru-baru ini turun langsung ke dua titik paling panas di Flores, yakni Mataloko dan Poco Leok. Ternyata kelompok yang sebelumnya menolak, justru bersedia berdialog saat saya datang. Ini menunjukkan bahwa dialog terbuka sangat penting,” ungkap Melki.

Ia juga mengkritisi pihak-pihak yang menyebarkan narasi penolakan melalui media sosial tanpa pernah turun ke lokasi. Menurutnya, hal ini justru merusak harmoni masyarakat lokal.

“Yang terluka bukan cuma proyek energi, tapi juga kebersamaan, persaudaraan, bahkan keluarga. Karena itu mari kita rajut kembali, duduk bersama, bicara, baru ambil keputusan,” tegasnya.

Gubernur juga menyampaikan kekhawatirannya soal keberadaan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dan batu bara yang masih mendominasi beberapa wilayah. Ia menilai, hal ini dapat menurunkan daya tarik wisata NTT di mata wisatawan global yang kini lebih sadar lingkungan.

“PLTD itu sisa masa lalu. Bahkan ada yang sudah 50 tahun belum diganti. Kalau kita masih andalkan energi fosil, jangan heran kalau wisatawan enggan datang,” katanya.

Karena itu, Melki menegaskan bahwa pemerintah tidak anti-kritik, tapi mengajak semua pihak untuk berpikir rasional dan berbasis ilmu pengetahuan. Ia juga menekankan bahwa dalam setiap transformasi pasti ada pihak yang dirugikan, seperti pengusaha batu bara atau minyak, tetapi masa depan NTT harus tetap diperjuangkan.

“Transformasi energi pasti menimbulkan gesekan. Tapi kita tidak bisa terus dibodohi oleh mitos dan hoaks. Mari dorong diskusi, dorong dialog, karena masa depan NTT tidak bisa ditentukan oleh kepentingan sesaat,” tutup Gubernur.

IKUTI BERITA TERBARU KORANNTT.COM di GOOGLE NEWS