Hukrim  

Sidang Perkara Hotel Plago, Ahli Sebut Pemerintah Untung, Tak Ada Uang Negara yang Keluar

Sidang pemeriksaan saksi ahli Sudirman, SE., SH., MM. (Foto: Istimewa)

Kupang, KN – Tidak ada uang negara yang keluar dalam pelaksanaan perjanjian Bangun Guna Serah (BGS) pemanfaatan aset pemerintah.

Hal tersebut disampaikan Sudirman, S.E., S.H., MM, yang merupakan konsultan keuangan negara saat menjadi ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pemanfaatan aset Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT) seluas 31.670 meter persegi di Labuan Bajo yang telah dibangun Hotel Plago, Selasa, 19 Maret 2024, yang di Pengadilan Tipikor Kupang.

“Dalam BGS tidak ada negara atau pemerintah keluar uang,” ujarnya dalam sidang. 

Sudirman menjelaskan, Konsep BGS merupakan perjanjian kerja antara pemerintah dan swasta dengan menyerahkan aset untuk dikelola sepenuhnya oleh swasta dalam jangka waktu tertentu.

Dalam jangka waktu pengelolaan yang telah disepakati, pihak swasta yang mengelola aset pemerintah akan membayar kontribusi sesuai yang diperjanjikan.

Setelah waktu perjanjian berakhir pemerintah mendapatkan bangunan yang telah dibangun dari hasil BGS tersebut dan tinggal melanjutkan pengelolaannya.

“Yang untung pemerintah dalam kerja sama BGS. Sudah tidak keluar modal dapat untung pula,” ujarnya.

Menurut Sudirman, dalam perjanjian BGS, pihak swasta yang memiliki resiko untuk mengalami kerugian. Hal itu dikarenakan pihak swasta akan mengelola tanah yang sebelumnya tidak memiliki nilai ekonomis.

“Untung atau rugi tidak ada yg tahu, belum ada jaminan untung, ini seperti berjudi,” tegas Sudirman.

BACA JUGA:  Kejati NTT Tahan Direktur PT Sarana Wisata Internusa

Terkait dengan perhitungan kontribusi, dirinya juga menegaskan belum ada aturan yang mengatur terkait perhitungan kontribusi antara pemerintah dan swasta dalam perhitungan BGS. “Ada aturan dari Menteri Keuangan tapi tidak spesifik tentang BGS,” tambahnya.

Sudirman juga mengaku heran terdapat oknum apraisal yang menghitung kontribusi dalam perjanjian kerja sama BGS.

Menurutnya apraisal memiliki tugas untuk menghitung nilai aset atau tanah bukan untuk menghitung besaran kontribusi kepada pemerintah, apalagi sampai membuat formulasi perhitungan kontribusi.

“Baru pertama kali ini saya temui ini, zalimnya luar biasa oknum apraisal yang membuat formulasi atau rumus untuk menghitung kontribusi itu,” ujarnya.

Terkait dengan perhitungan kerugian keuangan negara, Sudirman juga dengan tegas berpendapat hanya Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) yang dapat melakukannya sebagai lembaga yang dibentuk konstitusi.

Sidang kasus korupsi dengan terdakwa Direktur PT Sarana Investama Manggabar (PT SIM) Hari Pranyoto dan pemegang saham, Bahsili Papan, Direktur PT Sarana Wisata Internusa (PT SWI) Lidya Sunaryo, serta Thelma Bana yang merupakan Kabid Thelma Bana selaku Kabid Pemanfaatan Aset, BPAD Provinsi NTT ini akan kembali dilanjutkan, Jumat, 22 Maret 2024 mendatang. (*/KN)