Piet Konay Ajukan PK, Fransisco Bessi: Silahkan, Tapi Perkara Tanah Konay Sudah Selesai

Kuasa Hukum keluarga Konay, Fransisco Bernando Bessi, SH,.MH,. CLA (kiri) bersama ahli waris Marthen Konay (kanan), saat memberikan keterangan Pers kepada wartawan di Kupang, Selasa 31 Agustus 2021 / Foto: Ama Beding

Kupang, KN – Kuasa Hukum keluarga Konay, Fransisco Bernando Bessi, SH,.MH,. CLA, menyatakan, perkara kepemilikan tanah Danau Ina dan Pagar Panjang di Kota Kupang, sebenarnya sudah berakhir dengan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor 1505.

Namun jika ada langkah hukum berupa Peninjauan Kembali (PK) yang ditempuh oleh Pieter Konay, selaku pihak yang kalah perkara di MA melalui Kuasa Hukum Yance Thobias Mesah, SH, maka langkah itu patut dihargai.

“Kami hargai upaya hukum yang dilakukan. Tetapi kalau berbicara, harus berdasarkan fakta yang ada. Bahwa putusan nomor 78 sampai putusan MA maupun Pengadilan Tinggi, semuanya sudah jelas,” ujar Fransisco Bessi kepada wartawan, Selasa 31 Agustus 2021.

Ia menjelaskan, persoalan yang diuraikan dalam memori PK, merupakan hal yang sama, dan sudah disampaikan oleh pengacara Pieter Konay sebelumnya. Tetapi dalam setiap perkara melawan Esau Konay, pihak penggugat yakni Pieter Konay selalu kalah.

“Jangan hanya berbicara gunakan asumsi pribadi. Karena hasilnya juga akan sia-sia. Sehingga perlu digaris bawahi, harus menang dulu, baru boleh bicara. Kami di sini menang sampai tidak ingat sudah berapa kali menang,” ucapnya.

Fransisco Bessi menegaskan, pihaknya tetap konsisten bahwa, sengketa tanah Pagar Panjang dan Danau Ina telah dinyatakan selesai.

“Eksekusi pun telah selesai dilakukan pada tahun 1996 dan 1997,” tutup Fransisco Bessi.

Sementara Marthen Konay selaku salah satu ahli waris keluarga Konay dengan tegas menyatakan, Pieter Konay telah melakukan kejahatan dengan memalsukan dokumen pribadinya.

Salah satu dokumen yang dipalsukan oleh Pieter Konay adalah surat baptis, dengan tujuan untuk menguasai tanah milik Esau Konay di Pagar Panjang dan Danau Ina.

“Jadi kalau Yance Mesah mengatakan bahwa orang tua kami, Esau Konay merampas tanah Pieter Konay, maka sekarang saya pegang data Pieter Konay yang sebenarnya. Mulai daftar dari gereja sampai pada pemalsuan surat baptis,” kata Marthen Konay.

Dia menjelaskan, kakek Pieter Konay, lahir di Rote pada tanggal 19 Juli 1917, baptis di Gereja Betel Oesapa pada 30 Juli 1919 dengan nama Daniel Johanis, dan istrinya bernama Nope Nitbani, sesuai dengan surat keterangan dari gereja tertanggal 3 Maret 1988.

Pada tanggal 5 Maret 1988, pihaknya kembali meminta surat keterangan dari gereja Nasareth Nekbaun, dan surat dikeluarkan Pendeta Ny. YN Leba bahwa Pieter Konay lahir pada 4 Juni 1947, dan dibaptis di Nekbaun, 19 November 1947. Nama orang tua Pieter adalah Bertolomeus Johanis dan ibunya Maria Nepa.

BACA JUGA:  Remaja yang Hilang di Bendungan Tilong Ditemukan Meninggal Dunia

“Berarti ayah dari Pieter Konay itu Bertolomeus Johanis, yang merupakan anak dari Daniel Johanis dan isterinya Nope Nitbani. Setelah itu, Bertolomeus menikah dengan Maria Nepa, dan melahirkan Pieter. Kalau Pieter ini bapaknya fam Johanis, berarti dia dengan sendirinya Johanis. Bukan Konay,” terang Marten Konay.

Dugaan pemalsuan surat permandian ini mulai terkuak ketika pada tahun 1975, ada surat baptis milik Daniel Johanis yang mengatakan bahwa dia lahir di Niki-niki, Pulau Timor, Timor Tengah Selatan pada 1917, dan dibaptiskan di Gereja Betel Oesapa.

“Benar bahwa dia lahir di pada tahun 1917. Tetapi di Rote, bukan di Niki-niki. Lalu dalam surat, nama ayahnya Daniel Konay dan ibunya tetap Nope Nitbani. Kok di surat lain, nama ayahnya Daniel Johanis?” tanya Marthen Konay.

Melihat kejanggalan itu, pihaknya kemudian melakukan pengecekan ke Gereja melalui nomor register surat baptis 4599, dan Gereja Kota Kupang mengeluarkan buku induk gerejanya.

“Di situ terkuak bahwa nomor registrasi 4599 itu ternyata orangnya bernama Berta, yang berdomisili di wilayah sekitar Nunhila. Jadi ini surat baptis yang mirip tapi tak sama. Dia hanya ambil tahunnya yang sama dengan abjat yang mendekati. Jadi dari Berta menjadi Bertolomeus dengan nomor registrasi yang sama. Dan nomor registrasi yang sama tidak mungkin ada dua di gereja,” terangnya.

Kata Marthen, sebenarnya, Pieter Konay dan Bertolomeus Konay, marga mereka yang sebenarnya adalah Johanis, bukan Konay. “Saya dapat pertanggungjawabkan itu, karena secara fakta, saya pegang bukti ini,” tegasnya.

Ia menambahkan, dirinya pernah melaporkan Pieter Konay di Polresta Kupang pada tanggal 8 Maret 2018 terkait dugaan pemalsuan dokumen surat baptis.

“Karena Pieter Konay pernah dihukum dengan pasal yang sama terkait pemalsuan surat baptis tahun 1995, sehingga Polresta menganggap bahwa perkara ini sudah ne bis in idem. Dia sudah pernah dihukum dengan pasal yang sama, dan tidak dapat lagi dihukum dengan pasal yang sama,”  tandas Marthen Konay. (*)