Opini  

Kerapian Bertutur Kata di Media Sosial, Jalan Kebebasan Menuju Masa Depan yang Baik

Frederika Sindiana Janggu

Oleh: Frederika Sindiana Janggu
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unika Ruteng

Media sosial adalah media daring yang digunakan untuk kebutuhan komunikasi jarak jauh, proses interaksi antara user satu dengan user lain, serta mendapatkan sebuah informasi melalui perangkat aplikasi khusus menggunakan jaringan internet. Tujuan dari adanya sosial media sendiri adalah sebagai sarana komunikasi untuk menghubungkan antarpengguna dengan cakupan wilayah yang sangat luas.

Agar pengguna media sosial (medsos) lebih mudah dan cepat, dibutuhkan koneksi internet yang stabil dan cepat. Kita tidak perlu lagi menghubungi orang lain melalui kabel telepon atau alat komunikasi tradisional. Cukup dengan mengakses media sosial, kita dapat terhubung dengan banyak orang, membuat forum, diskusi bersama, mengunggah aktivitas keseharian anda, dan lain sebagainya. Tiga milliar orang, sekitar 40% populasi dunia, menggunakan media sosial- dan menurut sejumlah laporan, kita menghabiskan rata-rata dua jam setiap hari untuk membagikan, menyukai, menulis cuitan dan memperbaharui perangkat ini. Artinya sekitar setengah juta cuitan dan foto Snapchat dibagikan setiap menit.

Jakarta,Kominfo – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang. Dari angka tersebut, 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial. Direktur Pelayanan Informasi Internasional Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP), Selamatta Sembiring mengatakan, situs jejaring sosial yang paling banyak diakses adalah Facebook dan Twitter. Indonesia menempati peringkat 4 pengguna Facebook terbesar setelah USA, Brazil, dan India.

Menurut Sembiring, di era globalisasi, perkembangan telekomunikasi dan informatika (IT) sudah begitu pesat. Teknologi membuat jarak tak lagi jadi masalah dalam berkomunikasi. Internet tentu saja menjadi salah satu medianya.

“Indonesia menempati peringkat 5 pengguna Twitter terbesar di dunia. Posisi Indonesia hanya kalah dari USA, Brazil, Jepang dan Inggris,” ujarnya.

Dikutip dari kompas.com, Media sosial memiliki asosiasi dengan depresi, kecemasan, dan perasaan terisolasi, terutama di kalangan pengguna berat.
Sebuah survei Common Sense 2015 menemukan bahwa remaja dapat menghabiskan sebanyak 9 jam setiap hari untuk online di media sosial mereka. Banyak dari orang-orang ini khawatir bahwa mereka menghabiskan terlalu banyak waktu menjelajahi jejaring sosial. Gelombang kekhawatiran ini menunjukkan bahwa media sosial dapat memengaruhi kesehatan mental penggunanya. Sebuah penelitian yang dilakukan di Kanada pada tahun 2017 mengonfirmasi temuan ini. Mereka mencatat bahwa siswa yang menggunakan media sosial selama lebih dari 2 jam setiap hari jauh lebih mungkin menilai kesehatan mental mereka sebagai baik atau buruk daripada pengguna sesekali. Studi lain tahun 2019 menunjukkan bahwa penggunaan media sosial dapat mengganggu siklus tidur.
Hal ini membuktikan bahwa pengaruh media sosial tidak hanya positif melainkan dipengaruhi oleh dampak negatif juga.
Penggunaan akan perangkat teknologi seperti komputer, smartphone, atau tablet, mengalami peningkatan yang tinggi saat ini. apalagi pada kondisi yang saat ini kita alami, yaitu wabah corona yang menyebabkan pertemuan secara langsung sangat minim. Hal tersebut juga berbanding lurus dengan kebutuhan akan jaringan internet, dan media sosial adalah salah satu fitur yang paling sering digunakan oleh pengguna internet saat ini, karena media sosial memegang peran penting dalam kebutuhan berkomunikasi dan bersosialisasi. Namun di samping itu, sekarang marak terjadi penyalahgunaan medsos, salah satunya adalah penyebaran ujaran kebencian terhadap pihak lain. Setiap orang memiliki hak dalam menyuarakan sesuatu, namun perlu diketahui bahwa menjelekan orang lain di medsos dengan kata-kata yang kurang enak dibaca tentu hanya akan membawa masalah baru bagi penulis. Banyak orang tua yang mendambakan anak-anak mereka mampu berprilaku baik, sopan, dan manis di media sosial. Namun pada kenyataannya, banyak pula orang tua yang memberikan contoh tidak bagus, dengan menghina atau mengumbar kemarahan di media sosial. Anak-anak merupakan peniru, karena mengira kalau apa yang dilakukan orang tua adalah hal yang patut dicontoh. Berbicara soal kemarahan, siapa yang tak pernah marah? Atau siapa manusia yang tidak pernah memiliki masalah? Tentu sangat mustahil. Namun kemarahan itu bukanlah alasan yang sebenarnya, untuk menggunakan kata-kata tak rapi di media sosial. Kata “tak rapi” bukan berarti ejaan yang tidak tepat, melainkan kata-kata yang hanya membawa masalah baru bagi individu tersebut. Medsos memang memberikan kebebasan bagi para penggunanya, namun bukan berarti bebas pula dalam bertutur kata. Candaan atau yang sering disebut sebagai prank sekalipun sungguh tidak etis. Baik adanya jika prank tersebut cepat dihapus, jika kesibukan membuat individu lupa untuk menghapusnya, maka satu lagi hal yang membuatnya tidak baik baik di mata orang lain. Coba pikirkan dampak lain, jika ada pihak yang tidak bersangkutan, merasa tersinggung? Bukankah bisa membawa masalah baru? seseorang melampiaskan emosi, namun maslah baru akan terjadi. Memang ketika ada kekeliruan fatal yang terjadi, menyebabkan emosi negatif susah untuk dikendalikan. Muncul pikiran “Entah apapun yang terjadi, intinya saya harus melampiaskan di sini”, tetapi itu tidak menjadi jalan keluar untuk semuanya. “Masa depan yang baik, tentu datang dari cara seseorang menggunakan hari ini dengan baik ”. Tentu dengan rapi bertutur kata, akan membebaskan seseorang dari masalah baru yang sebenarnya tidak datang untuknya, juga akan membawanya pada kebaikan di masa depan.