Ruteng, KN – Peneliti Alpha Research Database, Ferdy Hasiman menilai Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu atau Geothermal mempunyai transisi energi, bahkan menyebut punya investasi baik lewat pariwisata maupun bidang kelautan.
Hal tersebut ia sampaikan saat kegiatan pertemuan lanjutan identifikasi dan pendataan awal lokasi pembangunan PLTP Ulumbu unit 5-6 (2×20 MW) Wallpad H,I,J dan Acsses Road di Poco Leok bersama seluruh tokoh adat (13 Tua Gendang) masyarakat Poco Leok yang bertempat di Aula Ranaka Kantor Bupati Manggarai (25/07/2024).
“Sekarang sudah ada kesempatan untuk menggunakan energi transisi, jadi kita sudah masuk di energi transisi itu. Pulau flores ini istilahnya mendapat berkah kalau tidak ada PLTP yang potensinya cukup besar mungkin tidak di lirik apalagi dengan investasi pariwisata. Ingat ada ahli yang mengatakan investasi di abad yang 21 bukan tambang lagi, jadi kita bertumpu pada barang itu,” ungkapnya.
Ferdy menerangkan, sesungguhnya PLTP dengan tambang itu berbeda, karena kata dia, yang di ambil adalah uapnya.
“Kalau tambang-tambang yang sekarang banyak di beberapa wilayah yang asal gali, kemudian tidak di tutup sehingga dibiarkan menganga atau asal gali. Akibatnya apa terjadi kerusakan lingkungan di berbagai wilayah,” katanya
Menurutnya, investasi PLTP (geothermal) itu sangat mahal dan bahkan PLN siap mengambil resiko untuk melakukan pemboran. Resiko itu di tolak bahkan dicitrakan perusahaan yang negatif.
“Jadi kita butuh listrik kedepan, sehingga kalau kita tidak teruskan sampai kapanpun tidak mandiri secara ekonomi, energi dan kita terus bergantung pada dunia luar. Bahkan kalau ini dieksplorasi saya kira investasi pariwisata kita akan naik,” ujarnya.
Ia mengutarakan, jika negara-negara Eropa sekarang mau berinvestasi ke Labuan Bajo. Tapi jikalau pakai PLTU yang ada di Rangko mereka tidak mau.
“Listriknya datang dari mana? Oh dari Rangko Now!. Jadi kita butuh investasi untuk bangun ini daerah sehingga salah satu motor penggerak investasi adalah energi dan energi itu harus hijau dan juga kita masuk dalam transisi energi hijau itu,” sebutnya.
Kendati demikian, Ferdy Hasiman pun dengan lantang menyatakan untuk mendukung perluasan PLTP yang ada di Poco Leok itu.
“Karena itu saya berani untuk mengatakan bahwa saya terima geothermal karena ada unsur transisi energi di sini, kita sangat membutuhkan sekali. Kalau geothermal ini berkembang di flores saya sangat yakin akan sangat banyak investasi yang masuk disana baik itu pariwisata maupun aset kelautan yang luar biasa,” tandasnya.
“Tetapi kalau kekayaan itu tidak dimanfaatkan dengan baik itu susah dan bagaimana investasi masuk tentu mereka akan tanya bagaimana listriknya, airnya, bagaimana infrastrukturnya. Kalau tiga itu tidak ada mereka akan berhenti dan kita akan terus seperti ini,” sambungnya.
Di sisi lain ia menjelaskan, tahun 80 an sampai tahun 2000 indonesia ini kaya minyak, negara dengan produksi minyak terbesar (Asia). Produksinya kata dia, 1,6 juta barol per hari dan tetap eksplorasi yang dilakukan terus menerus.
“Seiring dengan eksplorasi pemboran dan segala macamnya, produksi minyak kita terus turun. Di awal tahun 2000 an, kebetulan saya masih ingat sudah hampir 900 ribu barel per hari. Dan sekarang di tahun 2024 tinggal 630 ribu barel per hari dan kita butuh minyak impor sekitar 60% untuk bisa memenuhi konsumsi dalam negeri (bensin, solar termasuk listrik),” paparnya.
Jadi lanjut dia, sejak pertama presiden Jokowi menjabat apa yang ideal-idialkan untuk kemandirian energi tidak ada karena kita bergantung penuh pada minyak.
“Hampir 60% kita mengimpor minyak dari luar dan kita mengalami defisit neraca perdagangan APBD kita jebol (turun terus), karena kita harus membeli minyak dari luar. Belum lagi isu mafia migas. Jadi negara kita memang ini sulit kalau kita mengandalkan BBM. Jadi kalau kita terus mengharapkan minyak atau BBM jadi kita tidak ada listrik nannti (hari ini listrik nyala, minggu depan belum tentu), tentu kita ngamuk karena kita tidak punya sumber,” pungkasnya.
Karena itu ia berharap kepada pihak PLN untuk terus bertukar pikiran dengan berbagai stakeholder dan masyarakat bawah dan berbagai kalangan agar menjelaskannya secara masuk akal. **(Yhono Hande)