Kupang, KN – Sidang kasus pembunuhan almarhum Roy Bolle kembali digelar di Pengadilan Negeri Kupang, Selasa (26/3/2024) dengan agenda pleidoi atau pembelaan.
Pengacara terdakwa Marthen Konay yakni Jhon Rihi dalam pembelaannya meminta, agar hakim Pengadilan Negeri Kupang, membebaskan Marthen Konay dan 3 terdakwa lainnya.
Ia menjelaskan, Marthen Soleman Konay tidak pernah menyuruh orang untuk melakukan kejahatan. Karena itu, hakim diminta untuk membebaskan Marthen Konay.
“Saya mau mari kita fair. Kalau salah, katakan salah, kalau tidak salah bebaskan dia,” ujar Jhon Rihi kepada wartawan usai sidang Pleidoi.
Menurut dia, sejak awal sidang pemeriksaan saksi sampai tuntutan, tidak ada satupun saksi dan terdakwa yang mengatakan bahwa, Marthen Konay terlibat dalam kasus pembunuhan tersebut.
“Tidak ada fakta yang menyatakan bahwa Tenny Konay melakukan kejahatan,” terangnya.
Ia menyebut, Marthen Konay ditetapkan sebagai tersangka, hanya karena voice note yang berbunyi “sampaikan ke Paul Bethan, Mira Singgih dan Bongkar, kalau terjadi apa-apa mereka tanggung jawab”.
“Marthen tidak menyuruh orang melakukan kejahatan,” tegasnya Jhon Rihi.
Selain Marthen Konay, Jhon Rihi juga meminta hakim untuk membebaskan Ama Logo, karena Ama Logo dinilai tidak terlibat dalam kasus pembunuhan tersebut.
Sementara itu, Anton Ali yang juga merupakan tim kuasa hukum Marthen Soleman Konay menyatakan, tidak ada hubungan kausalitas antara voice note Marthen Konay, dengan peristiwa tawuran hingga pembunuhan alm Roy Bolle di depan kampus Unkris.
“Semua peristiwa itu terjadi bukan karena voice note, tapi ada sebab lain,” ujar Anton Ali.
Ia menyampaikan, sebab terjadinya peristiwa tawuran di depan kampus Unkris adalah Paul Bethan menyuruh kelompoknya maju untuk merekam kegiatan keluarga Konay tanpa ijin.
“Juga peristiwa pembakaran sepeda motor sama sekali tidak ada kaitannya dengan Marthen Soleman Konay. Demikian juga dengan peristiwa duel yang terjadi antara saudara Tejo dan Roy Herman Bolle itu semata-mata karena duel akibat serangan yang dilancarkan oleh korban kepada saudara Tejo,” tegas Anton Ali.
Karena itu, Ali meminta agar hakim membebaskan Marthen Soleman Konay, dari tuntutan hukuman JPU, yang menuntut kliennya dengan hukuman dua tahun penjara.
Fransisco Bernando Bessi yang juga adalah Ketua Tim Penasehat Hukum Marthen Soleman Konay mengatakan, dalam materi pleidoi, pihaknya berpendapat bahwa Matheos Alang tidak melakukan pembunuhan.
Tetapi yang bersangkutan melakukan tindak pidana penganiayaan, yang menyebabkan korban meninggal dunia.
“Menurut hemat kami, Matheos Alang tidak terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan sesuai Pasal 338 KUHP. Tetapi lebih kepada penganiayaan yang mengakibatkan meninggalnya orang. Ini dua hal berbeda. Ini perlu dicatat,” tegas Fransisco Bessi.
Fransisco juga menegaskan, tuntutan hukuman kepada Maryanto Lebura juga tidak tepat. Karena Maryanto atau Ito disebut hanya membonceng Matheos Alang untuk bertemu keluarganya.
“Dia 12 tahun itu saya rasa kurang tepat. Makanya di dalam pembelaan kami, khusus Maryanto Lebura itu lebih ke pasal 221 KUHP,” terangnya.
Sedangkan untuk empat terdakwa lainnya, pihaknya meminta agar hakim membebaskan semua terdakwa.
“Terkait Dony dan Stevi, kami memohon putusan yang seadil-adilnya. Sehingga dari enam terdakwa ini, kami serahkan sepenuhnya kepada majelis hakim,” tandasnya.
Sementara itu, Dr. Semuel Haning yang juga kuasa hukum Marthen Konay optimis kliennya bisa dibebaskan dari tuntuan hukuman.
“Kami yakin dan percaya bahwa hukum akan tetap hidup bagi kita semua,” tandas Semuel Haning.
Untuk diketahui, pembacaan putusan terhadap perkara akan dilaksanakan pada tanggal 17 April 2024. (*)