Opini  

Integritas Pemimpin (Catatan Bagi Politisi)

Yohanes A. Loni

Penulis: Yohanes A. Loni

Pontius Pilatus adalah salah satu contoh pemimpin yang tidak mempunyai pendirian, pemimpin yang berhati lemah, pemimpin yang lebih mengutamakan kekuasaan daripada keadilan, pemimpin yang hanya memikirkan keselamatan dirinya, pemimpin yang tidak bertanggung jawab. Ia memilih “cuci tangan” atas apa yang sudah terjadi. Ia lebih takut masa depan politiknya, masa depan kekuasaannya, dibandingkan membela kebenaran.
 
Pontius Pilatus adalah  Gubernur Yudea (berkuasa 26-36 tahun) yang waktu ada ada di bawah kekuasaan Kekaisaran Romawi. Pontius pilatus adalah salah satu contoh pemipin yang tidak mempunyai pendirian, pemimpin yang berhati lemah, pemimpin yang lebih mengutamakan kekuasaan daripada keadilan, pemimpin yang hanya memikirkan keselamatan dirinya, pemimpin yang tidak bertanggung jawab. Ia memilih “cuci tangan” atas apa yang sudah terjadi. Ia lebih takut masa depan politiknya, masa depan kekuasaannya, dibandingkan membela kebenaran. Padahal yang terjadi adalah karena kelemahan dirinya. Walaupun tidak menemukan kesalahan dalam diri Yesus, tetapi karena takut kepada orang-orang Yahudi yang berteriak-teriak dan akan melaporkan kepada Kaisar di Roma. Ia ahkirnya menjatuhkan hukuman salib kepada Yesus. Ia lebih takut akan masa depan politiknya, masa depan kekuasaannya, dibandingkan membela kebenaran , kekuasaan dan kedudukan telah menutup mata hatinya.

Integritas Pemimpin Politisi

Ketika kita berbicara tentang integritas politisi, itu berarti kita berbicara mengenai keutuhan dari pemimpin. Artinya pemimpin yang memiliki Integritas diri dalam konteks ini bukan hanya soal kualitas kepribadian seseorang, melainkan relasi antara kualitas kepribadian  dengan peran yang harus dimainkannya. Seseorang pemimpin yang baik, namun belum tentu dia baik untuk melaksanakan peran dan tugas tertentu. Integritas yang dimaksudkan penulis disini adalah kesepadanan antara kemamuan diri dengan peran yang harus dimainkan seseorang. Bukan sesuatu yang muluk-muluk. Seseorang politisi, hemat saya memiliki integritas yang nemiliki kemampuan mewakili rakyat dalam menyelenggarakan kekuasaan.

Seorang politisi yang berintegritas adalah seseorang yang sungguh merakyat, memahami pikiran dan perasaan rakyat. Kepekaan hati dan budi sangat penting dan menjadi syarat bahwa seorang politisi dapat dipercayai oleh masyarakat. Maksudnya, pola hidupnya tidak demikian mencolok atau “kaya mendadak” sehingga menimbulkan kecurigaan bagi rakyat. Selain itu, secara sangat sederhana dapat dikatakan bahwa seseorang yang berkualitas adalah seseorang yang memiliki kompetisi, berkomitmen, melaksanakan perannya dan hidup sebagai wakil rakyat. Seseorang politisi haruslah bersih dari korupsi, jujur, tegas dan memiliki semangat visioner untuk membawa masyarakatnya ke arah hidup yang lebih baik. Hal ini mendapat tekanan khusus dalam surat gembala KWI 2014 tentang kriteria calon legislatif. (Bdk. Surat Gembala KWI, Jadilah Pemimpn Yang Cerdas dengan Berpegang Pada Hati Nurani, tahun 2014).

Militansi Politisi Pemimpin

Keterlibatan pemimpin dalam dunia politik semakin mencuat. Pemimpin sudah diberi tawaran dan peluang untuk menduduki kursi jabatan publik. Merujuk pada peluang kiprah pemimpin dalam dunia politik maka saya sedikit memberi catatan bagi para pemimpin. Pada prinsipnya, dunia politik menjadi berkualitas karena para politisis memiliki kualitas diri. Seperangkat hukum dan peratuan perundangan dalam dunia politik hanyalah sebuah instrumen lembaga politik.

Pertama, seorang politisi mestilah pribadi yang memiliki kualitas intelektual yang baik agar dapat membaca permasalahan dan potensi yang ada untuk mengatasi masalah. Kualitas intelektual pemimpin bukan pertama-tama soal ijazah, melainkan kesanggupan untuk menggunakan pikiran untuk berpikir logis.

BACA JUGA:  Torang bisa! Mewujudkan PON Papua XX Tanpa Ancaman KKB

Kedua, seorang politisi adalah pribadi yang matang secara emosional. Artinya sanggup mempertanggung jawabkan dan menanggapi segala kritik sebagai perlawanan terhadap dirinya. Karena menjadi politisi adalah figur publik.

Ketiga, seorang politisi yang baik perlu membina keimanan dan ketaqwaannya kepada Tuhan. Dia tahu bahwa tugas menjadi politisi adalah tugas yang dikehendaki Tuhan. Hidup spiritualnya bukan terletak pada sejumlah kehadiran dalam kegiatan ritual keagamaan tetapi lebih pada penghayatan konkrit imannya. Ketidakseimbangan hidup iman dan tugasnya adalah bentuk penghinaan terhadap Tuhan.

Keempat, seorang politisi mestilah tahu bergaul dengan masyarakat dan mampu membaca situasi masyarakatnya. Dia peka terhadap masyarakat dan mampu memberi solusi atas isu-isu kemanusiaan. 

Kelima, seorang politisi yang baik harus mempunyai kehidupan moral yang baik dan ketahanan moral yang dapat diandalkan. Moralitas adalah modal dasar seorang yang tidak pernah boleh  berkurang. Skandal yang dibuatnya akan menjadi musuh dari sebuah kepercayaan masyarakat.

Mungkin kualitas-kualitas yang dipaparkan di atas sangat ideal. Tetapi untuk membangun kualitas dari seorang pemimpin pada umumnya dan khusunya bagi politisi hemat saya harus terus berjalan dengan sebuah proses perjuangan. Berjalan dalam sebuah proses akan nampak dalam beberapa hal yakni, perlu membangun kepercayaan diri (self confidence) dan perlu menumbuhkan rasa percaya diri, tidak terkurung oleh rasa rendah diri.

Perjuangan politik mencakup kecakapan pembangunan lobby dan menggalang kekuatan untuk mengambil keputusan. Hal ini bahwa lobby dalam perjuangan politik bukan diukur oleh waktu dan moment pemilihan tetapi harus sudah ditanam dalam seluruh keseharian hidup dan karya. Investasi kegigihan dan keberhasilan dalam belbagai kehidupan sangat menentukan. Dengan kata lain, promosi diri jangan hanya dibuat ketika ada pemilu. Seorang politisi tidak tamat untuk belajar tetali terus memperkaya diri dengan membaca, mencari tahu di dalam ilmu-ilmu dan tidak pernah mengatakan kata “stop”  dalam kegagalan.

Keberhasilan seorang politisi bukan sekedar “mengisi lowongan” atau kuota bukan sekedar berebut kekuasaan politik. Jika demikian maka sebenarnya pemimpin itu sendiri sedang membuat kropos kuota 30 porsen dan lebih dari itu menunjukan bahwa kualitas dirinya yang dibangun di atas dasar yang kokoh merupakan tindakan konkrit untuk menrima potensi diri dan serentak mengakui kesamaan martabat dalam berbagai aspek kehidupan baik laki-laki maupun perempuan harus terus dibangun dalam kesdaran yang penuh bahwa di balik suatu jabatan atau tanggung jawa, ada kehormatan yang harus dijaga. Masyarakat yang adil dan sejehtera adalah satu-satunya tumpuan perjuangan.

Integritas Politisi belum menjadi pemimpin yang bermartabat, kalau tatanan hidup bersama jika kehilangan roh kemanusiaan. Bahwa sesungguhnya kebenaran, keadilan, rasionalitas dan iman tidak boleh mengabaikan “cita rasa kemanusiaan dan “simpati”.

Perjuangan integritas pemimpin harus bermuara pada politik “martabat”. Tujuan ahkir pemimpin harus bermuara pada pengolahan imajinasi dan cita rasa kemanusiaan demi kebaikan bersama.*

Penulis Mahasiswa Awam STFK Ledalero
Semester VIII
Anggota PMKRI Cab. Maumere St. Thomas Morus
Ketua Ikatan Mahasiswa/i Manggarai-Maumere (IMAMM).