Kupang, KN – Dampak perubahan iklim sudah mulai dirasakan terutama oleh orang-orang yang penghidupannya bergantung pada pertanian. Petani dan masyarakat di pedesaan termasuk dalam kelompok yang rentan.
Mereka membutuhkan sistem penyangga serta kapasitas adaptasi supaya mampu mempertahankan sumber penghidupan jikalau terjadi fenomena cuaca luar biasa, yang kini semakin sering melanda akibat perubahan iklim.
Di Nusa Tenggara Timur (NTT), perubahan iklim terutama dirasakan dalam bentuk kekeringan akibat kemarau yang menjadi lebih panjang. Bahkan baru-baru ini, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa empat kabupaten di NTT terancam mengalami kekeringan setelah tidak turun hujan berturut-turut selama 60 hari. Kekeringan telah berdampak pada ketahanan pangan serta ketahanan masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim.
Kondisi tersebut menjadi dasar Bappelitbangda Provinsi NTT mengadakan lokakarya pelatihan (Lokalatih) tentang kajian kerentanan terhadap perubahan iklim serta langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap dampaknya.
Lokalatih yang dilaksanakan pada Selasa, 21 November di Hotel Sotis, Kupang ini bertujuan meningkatkan kapasitas pendugaan dan kajian kerentanan perubahan iklim dalam penyusunan perencanaan pertumbuhan ekonomi hijau.
Kepala Bappelitbangda Provinsi NTT Dr. Alfonsus Theodorus, ST. MT. mengatakan hasil kajian tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan strategi dan kebijakan, terutama yang terkait dengan ketahanan pangan serta kemampuan masyarakat menangani persoalan akibat perubahan iklim, juga menjadi masukan untuk perencanaan pertumbuhan ekonomi hijau.
Menurut Permen LHK No. 7 Tahun 2018, kajian kerentanan, risiko, dan dampak perubahan iklim diperlukan sebagai salah satu dasar penyusunan kebijakan pemerintah.
“Saya berharap sekali kegiatan ini bisa melahirkan banyak hal sehingga lokalatih saat ini bisa diwujudkan dalam konsep-konsep pembangunan ekonomi hijau dan merujuk kepada bagaimana ekonomi biru,” kata Alfonsus.
Perubahan iklim memang menjadi salah satu isu strategis dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, yang mendukung Visi Indonesia Emas 2045. Sejalan dengan komitmen dalam Persetujuan Paris 2015 untuk membatasi pemanasan global di bawah 2 derajat celsius, Indonesia menargetkan pengurangan emisi gas rumah kaca serta peningkatan ketahanan masyarakat.
Dalam melaksanakan lokalatih kajian kerentanan perubahan iklim ini, Bappelitbangda didukung oleh Proyek Sustainable Landscapes for Climate-Resilient Livelihoods in Indonesia (Land4Lives) yang dijalankan ICRAF dan Global Affair Canada.
ICRAF telah melakukan kajian awal dengan mengidentifikasi berbagai jenis kerentanan yang memengaruhi mata pencaharian berbasis pertanian di tingkat provinsi beserta potensi untuk adaptasinya.
Koordinator Provinsi ICRAF di NTT Yeni Fredik Nomeni berharap kegiatan lokalatih ini dapat menghasilkan kesamaan persepsi dan pemahaman dengan berbagai pemangku kepentingan di Provinsi NTT. “Hal ini juga kita lakukan sebagai upaya untuk menyusun strategi dan langkah-langkah bersama [dalam] merespons perubahan iklim yang telah kita hadapi bersama,” ungkapnya.
Dia menambahkan, kajian yang dilaksanakan bersama Bappelitbangda juga diharapkan dapat memperkuat posisi masyarakat sehingga lebih berdaya dalam menghadapi perubahan iklim serta berbagai akibatnya.
Yeni menjelaskan, kerentanan masyarakat pedesaan diperparah oleh degradasi lingkungan yang terus berlanjut di Indonesia; saat ini sekitar 50-60 juta warga Indonesia bergantung pada ekosistem alami untuk mata pencaharian dan ketahanan pangan mereka.
“Perubahan iklim juga diproyeksikan memengaruhi produktivitas pertanian, yang akan berdampak serius pada para petani kecil yang bergantung pada tanaman subsisten dan komersial,” imbuhnya.
Secara keseluruhan, tujuan proyek Land4Lives adalah memperkuat kapasitas komunitas rentan, termasuk didalamnya perempuan dan anak-anak perempuan, untuk melakukan upaya mitigasi, meningkatkan ketahanan, sekaligus beradaptasi dengan dampak buruk dari perubahan iklim, melalui partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan lingkungan dan komunitas.
Melalui implementasi Land4Lives, diharapkan akan tercipta peningkatan kualitas penghidupan, ketahanan pangan, mata pencaharian dan ekonomi lokal yang tahan perubahan iklim, terutama bagi kelompok rentan, termasuk di dalamnya perempuan dan anak perempuan di Indonesia. (*/humasicraf)