Oleh : Verry Guru (Warga Kota Kupang-NTT)
UNTUK kesekian kalinya rakyat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengikuti, menyaksikan dan menjadi pelaku sejarah dalam memilih pemimpin di ini daerah; baik Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota Kupang periode 2024-2029. Karena itu, sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU RI Nomor 2 tahun 2024, masa kampanye dimulai dari tanggal 25 September hingga tangga; 23 November 2024; dengan jeda waktu tiga hari memasuki masa tenang jelang pencoblosan pada Rabu, 27 November 2024 mendatang.
Serentak dengan itu, KPU Provinsi NTT telah menetapkan tiga pasangan calon gubernur (Cagub) dan calon wakil gubernur (Cawagub) NTT dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 pada Minggu (22/9/2024) silam. Ketiga pasangan (sesuai nomor urut) itu yakni: pertama, Yohanis Fransiskus Lema-Jane Natalia Suryanto yang didukung koalisi PDI Perjuangan, Partai Hanura, PBB dan Partai Buruh; kedua, Emanuel Melkiades Laka Lena-Johanis Asadoma yang didukung koalisi Partai Golkar, Gerindra, PAN, Demokrat, PSI, Perindo, PPP, Partai Garuda, Gelora, Prima, dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN); dan ketiga, Simon Petrus Kamlasi-Adrianus Garu yang didukung koalisi Partai Nasdem, PKB dan PKS.
Artikel yang sederhana ini sekadar mencermati aneka isu dan hal-hal menarik lainnya yang dipantau melalui media mainstream dan media sosial lainnya terkait kampanye dari ketiga pasangan Cagub dan Cawagub NTT; bagaimana eksistensi hak (politik) rakyat dalam memilih pemimpin (di) NTT.
Secara normatif, siapapun pasangan Cagub dan Cawagub NTT untuk periode lima tahun mendatang aneka isu atau isi tema kampanyenya adalah tentang das sein dari proses das sollen-nya arah pembangunan NTT sebagaimana yang telah tertulis indah di dalam UUD 1945 yang menjelma dalam hakikat pembangunan nasional ialah pembangunan manusia seutuhnya, dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Masyarakat adil makmur, yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila.
Membangun manusia seutuhnya juga merupakan kerja politik. Artinya membantu meningkatkan kualitas-kualitas pribadinya, dan menciptakan iklim yang seimbang agar kualitas manusia itu, meningkat secara terpadu. Kualitas jasmani, kualitas yang akali, dan jiwani serta kualitas yang rohani; berkembang secara selaras. Berkembang dalam diri manusia Indonesia dan manusia NTT yang cukup sandang-pangan-papan; yang bebas berpikir; sembari tidak ketinggalan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Karena itu, jika kita menelisik sejenak berbagai isu atau tema kampanye dari masing-masing Cagub dan Cawagub NTT misalnya pasangan Ansy-Jane tidak hanya tentang Nelayan, Tani, Ternak tetapi juga bagaimana mendorong dan membawa agenda besar bagi kaum perempuan di NTT. “Perempuan tolng perempuan, mama bantu mama” yang dirumuskan secara khusus oleh Ansy-Jane dalam program Lima NTT Menyala, yakni NTT Pertiwi.
Sementara itu, pasangan Melki-Johni dalam visi besarnya bagaimana membawa NTT menjadi daerah yang maju dari aspek ekonomi, punya masyarakat yang sehat, cerdas dan berkelanjutan. Dengan spirit Ayo Bangun NTT, pasangan ini ingin mengajak semua orang untuk berkontribusi. Pasangan ini sadar betul bahwa mengurus NTT dalam kondisi hari ini, butuh bantuan banyak orang. Kehadiran paket Melki-Johni adalah bagian dari keberlanjutan program dari tingkat pusat ke daerah baik di jaman Presiden Joko Widodo maupun Prabowo. Paket ini ingin agar tema hilirisasi pemerintah pusat bisa dibawa ke NTT. Dengan program hilirisasi ini sumber daya alam di NTT tidak akan dibawa keluar dalam produk yang mentah. Selain hilirisasi pasangan Melki-Johni juga akan berupaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk memastikan bahwa semakin banyak dana publik atau APBD NTT bisa sampaik ke masyarakat.
Sedangkan pasangan Simon Petrus Kamlasi-Andre Garu mengungkapkan rasa prihatin terhadap kondisi kemiskinan yang dialami masyarakat NTT. Kondisi kemiskinan inilah yang mendorong SPK rela melepaskan jabatan bintang 3 di TNI AD hanya untuk menciptakan bintang-bintang lainnya yakni kemajuan, kemakmuran, dan kesejahteraan masyarakat NTT. Paket (SIAGA) ini juga berjanji jika menang dalam Pilgub NTT, pihaknya akan mendesain infrastruktur di bumi NTT ini yang berbasis teknologi.
Nah, seiring berjalannya waktu di masa kampanye ini, rakyat di daerah ini telah mendengar (meski ada juga yang tidak terlalu mengerti dan tidak mau ambil pusing) dengan janji-janji ‘manis” alias berbagai program yang telah ditawarkan oleh masing-masing pasangan itu. Lalu muncul pertanyaan sederhana, apakah dengan model atau format kampanye maupun isi kampanye yang disuara-lantangakan masing-masing pasangan Cagub dan Cawagub itu (akan) mampu mempengaruhi pilihan politik rakyat yang ada di daerah ini ? Ataukan rakyat telah memiliki “jago”nya sendiri sehingga masa kampanye selama kurang lebih 60 hari itu hanya dianggap sebagai sesuatu yang rutin dan formal karena telah terjadwal oleh KPU ?
Hanya rakyat NTT yang tahu jawabannya !
Perlu diingat bahwa rakyat di daerah ini telah memiliki dan mampu menerapkan sikap demokrasi yang baik. Rakyat memiliki kebanggaan (proud) dengan suaranya yang memberi nilai terhadap proses pelaksanaan Pilkada di NTT yang dieksekusi pada 27 November 2024 yang akan datang. Rakyat sangat bangga dengan suaranya, walaupun nantinya (masih) ada money politics tetapi rakyat tidak mau pusing dengan urusan itu. Suaranya yang akan diberikan kepada masing-masing pasangan Cagub dan Cawagub NTT sesuai dengan hati nuraninya tentu akan memberikan ‘harga” tersendiri bagi proses demokrasi di ini daerah.
Makna politiknya adalah meski tim sukses atau figur Cagub dan Cawagub NTT itu sendiri telah bekerja sekuat tenaga untuk meyakinkan rakyat atau konstituennya agar bisa dipilih pada hari pencoblosan nanti, tetapi harus diingat bahwa rakyat di daerah ini sudah cerdas untuk memilih pemimpin yang hanya bisa menjual janji atau pemimpin yang benar-benar telah menunjukan kinerjanya untuk menjawab apa yang menjadi kebutuhan pokok dari rakyat itu sendiri.
Karena itu, pernahkah para pemimpin di NTT memandang berbagai persoalan yang ada sekarang ini dengan memakai kacamata rakyat NTT ? Ataukah hanya memakai kacamatanya sendiri yang diklaimnya sebagai kacamata rakyat ? Memang harus diakui bahwa ada begitu banyak persoalan yang dihadapi rakyat di daerah ini. Tetapi yang menjadi pokok persoalan yang dihadapi masyarakat kita sekarang ini meliputi kemiskinan, pengangguran, buta huruf dan sejumlah masalah ekonomi lainnya. Hari ini kita menyaksikan potret sekilas; ada begitu banyak masyarakat yang antri untuk mendapatkan “jatah” minyak tanah; pun harga-harga sembilan bahan pokok (sembako) khususnya beras yang semakin sulit dijangkau oleh masyarakat ekonomi lemah-lembut, dan lain sebainya.
Hari ini sesungguhnya, rakyat hanya mengingkan agar keadilan dan pemerataan “kue pembangunan” sungguh-sungguh diwujudkan dan dirasakan oleh mereka bukan hanya segelintir elite. Rakyat kita sungguh menghendaki agar keadilan dan pemerataan diberlakukan di segala sektor kehidupan. Maka kebijakan atau program yang dituntut adalah kebijakan yang memihak rakyat. Kalau pemimpin kita menerapkan kebijakan yang sungguh-sungguh memihak rakyat maka kredibilitas mereka akan tinggi. Kredibilitas adalah keadaan ketika (seseorang) pemimpin dapat dipercaya karena ia (mereka) secara sungguh-sungguh memperjuangkan kepentingan rakyat yang paling mendasar. Kredibilitas tinggi memancarkan kewibawaan yang disegani dan dihargai, bukan dipaksa-paksakan; atau sekadar lip service.
Di titik ini, tak ada kata lain yang tepat dan tampan hanyalah selain rakyat kita sekarang ini membutuhkan pemimpin yang (masih) dapat dipercayai. Salah satu ungkapan kepercayaan itu adalah ketika rakyat dapat mempercayakan nasib dan masa depan mereka kepada pemimpinnya (nanti pada hari pencoblosan, Rabu 27 November 2024). Rakyat yakin bahwa di bawah kepemimpinannya berbagai persoalan dapat diselesaikan atau sedikit-banyaknya diringankan.
Sesungguhnya kita membutuhkan pemimpin yang mampu melihat nasib dan harapan rakyat sebagai nasib dan harapannya sendiri. Karena nasib dan harapan rakyat itu adalah nasib dan harapannya sendiri maka ia (atau mereka) harus mampu menghayati apa sesungguhnya yang dibutuhkan rakyat, sehingga mampu mencari solusi-solusi yang tepat. Pemimpin seperti itu adalah pemimpin yang tidak teralienasi dari rakyatnya. Kita membutuhkan pemimpin yang dipercaya dan mampu menyelesaikan neka masalah yang dihadapi rakyatnya. Mereka yang memperoleh kredibilitas tinggi, tidak lagi membutuhkan kampanye-kampanye yang mahal, yang menghabiskan energi dan biaya yang super tinggi. Karena kinerja itu sendiri merupakan kampanye yang sangat hidup dan dikenang oleh rakyatnya. (*)