Kupang, KN – Pengadilan Negeri Kupang dan Pengadilan Tinggi Kupang tidak menerima gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan oleh Ketua Persatuan Tinju Amatir (Pertina) Provinsi NTT, Dr. Samuel Haning.
Gugatan ini diajukan terhadap Ketua Umum KONI NTT, Ketua DPRD Provinsi NTT, dan Pejabat Gubernur NTT, Ayodhia G. Kalake.
Gugatan yang terdaftar dengan nomor perkara 303/Pdt.G/2023/PN Kpg ini menuntut ganti rugi sebesar Rp 62 miliar.
Dalam gugatannya, Ketua Pertina NTT Dr. Samuel Haning mengklaim bahwa terdapat kerugian materiil dan immateriil yang dialami oleh PERTINA NTT. Rincian tuntutan kerugian materiil meliputi:
1. Dana yang diajukan pada 25 April 2023 kepada Tergugat II (Ketua DPRD Provinsi NTT) dan Tergugat III (Pejabat Gubernur NTT) melalui Tergugat I (Ketua Umum KONI NTT) untuk Kejuaraan Nasional Tinju Amatir Pra PON XXI tahap II di Kupang sebesar Rp 1.246.750.000,00, dikurangi Rp 200.000.000 dari sumbangan Tergugat I untuk pembayaran invoice/tagihan penginapan Hotel Sasando untuk Training Center bagi atlet tinju persiapan Kejuaraan Tinju Nasional Pra PON XXI tahap I di Makassar dan bantuan Kejuaraan Nasional Tinju Amatir Tahap II di Kupang NTT sebesar Rp 100.000.000 dari Tergugat III. Total kerugian materiil yang dituntut adalah Rp 1.046.750.000.
2. Pembayaran penghargaan berupa uang/bonus kepada para pelatih dan atlet sebesar Rp 1.630.000.000, dibayar secara tunai sekaligus.
3. Penghargaan kepada PERTINA NTT sebesar Rp 10.000.000.000, dibayar secara tunai sekaligus.
Selain itu, Dr. Samuel Haning juga menuntut kerugian immateriil sebesar Rp 50.000.000.000, yang dibayar secara tunai sekaligus. Total keseluruhan kerugian yang dituntut adalah Rp 62.676.750.000.
Terkait itu, kuasa hukum KONI NTT, Fransisco Bernardo Bessi, SH, MH, CLA, menyatakan bahwa putusan sela Pengadilan Negeri Kupang nomor 303/Pdt.G/2024/PN Kupang tanggal 4 April 2024 dan putusan Pengadilan Tinggi Kupang nomor 73/Pdt/2024/PT Kupang tanggal 28 Juni 2024 tidak menerima gugatan tersebut.
Fransisco menjelaskan, bahwa majelis hakim di kedua pengadilan tersebut telah memberikan putusan yang berbeda berdasarkan asas lex sportiva, di mana olahraga memiliki hukum yang bersifat otonom, independen, dan berlaku secara universal.
Ia juga menyampaikan, merujuk pada UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan, pasal 102 ayat 1, 2, dan 3, yang menyatakan bahwa penyelesaian perkara olahraga bukan di pengadilan negeri tetapi harus melalui mediasi, konsolidasi, dan arbitrase.
Menurut Fransisco, anggaran dasar KONI, khususnya pasal 41 ayat 1, menetapkan bahwa penyelesaian sengketa olahraga harus melalui Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI). Oleh karena itu, pengadilan negeri tidak berhak untuk mengadili kasus ini.
“Ini adalah hukum yang sangat mendasar yang harus dipahami. Hukum harus sesuai relnya. Jangan asal gugat yang tidak ada aturannya. Apalagi seorang pejuang olahragawan harus memahami hal ini,” tandas Fransisco.
Ketua Pertina NTT Dr. Semuel Haning menyatakan, gugatan Pertina NTT tidak ditolak, tapi tidak diterima. Ia menyatakan, pihaknya akan mengajukan kasasi terhadap putusan pengadilan tersebut.
“Masih diupayakan kasasi dan akan kami dapat ajukan gugatan lagi di pengadilan dengan versi lainnya,” terang Dr. Semuel Haning. (au/ab)