Kupang, KN – Masyarakat Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) yang tergabung dalam Aliansi Peduli Kemanusiaan, menggelar aksi damai, Selasa 10 Mei 2022.
Aksi itu dilaksanakan di tiga titik, diantaranya Kantor Polres Sumba Barat Daya, Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Kantor Bupati Kabupaten Sumba Barat Daya.
Unjuk rasa yang dilakukan Aliansi Masyarakat Peduli Kemanusiaan adalah untuk memperingati Hari Buruh Internasional, yang selalu rutiin diperingati setiap tanggal 1 Mei.
Dalam aksi itu, mereka mengusung tema yang cukup sensitif, yakni “Sumba Bukan Pulau Budak-Stop Jual Orang Sumba”.
Penanggung Jawab Aksi Yeremias Bayoraya mengatakan, tema besar yang diusung aliansi dalam aksi itu memang terkesan cukup sensitif. Namun dibaliknya menyimpan pesan dan makna.
“Isu ini terkesan sensitif. Tetapi setelah orasi, pementasan tratrikal dan pembacaan pernyataan sikap, baru terbuka makna dibalik isu itu,” ujar Yeremias.
Menurut Yeremias, aliansi sejatinya ingin menggelar aksi damai sejak tanggal 1 Mei lalu, namun karena bertepatan dengan hari Minggu dan cuti bersama, sehingga pihaknya menggeser jadwal aksi ke hari Selasa 10 Mei 2022.
“Aksi ini membutuhkan pihak Pemda dan DPRD Sumba Barat Daya untuk dijadwalkan secara bersama-sama, pasca cuti bersama,” terangnya.
Ia menyayangkan sikap cuek Bupati dan Ketua DPRD yang tidak ingin menemui masa aksi. Sehingga Yeremias menilai bahwa pemerintah dan DPRD tidak mampu menyelesaikan persoalan buruh di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD).
“Bupati dan Ketua DPRD tidak mampu atasi persoalan buruh, sehingga mereka tidak bersedia menemui masa aksi. Ini catatan penting bagi masyarakat, untuk melihat dan mencermati sendiri kinerja pimpinan kita sekarang ini,” tegasnya.
Sementara itu, Koordinator Lapangan Aliansi Masyarakat Peduli Kemanusiaan, Fredi Ghoghi, menegaskan, pihaknya mendatangi Polres Sumba Barat Daya, Kantor DPRD dan Kantor Bupati karena mereka menilai ketiga titik itu menjadi bagian penting dalam menangani para buruh.
“Tiga titik ini merupakan bagian penting dan sangat krusial dalam penanganan kaum buruh kita di Sumba Barat Daya,” tegas Fredi Ghoghi.
Berikut Pernyataan Sikap Aliansi:
1. Menuntut pemerintah daerah Sumba Barat Daya agar memastikan upah pekerja domestik
sesuai dengan Upah Minimum Regional dan Upah Minimum Kabupaten Sumba Barat
Daya.
2. Menuntut pemerintah daerah Sumba Barat Daya agar para pekerja/buruh/karyawan swasta diberikan jam kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu
maksimal 8 (delapan) jam sehari.
3. Menuntut pihak penegak hukum agar selalu siap menindaklanjuti laporan pekerja yang
diperlakukan secara tidak adil oleh majikannya.
4. Menuntut Pemerintah Sumba Barat Daya untuk melakukan moratorium terhadap Pekerja
Migran Indonesia (PMI).
5. Menuntut pemerintah daerah Sumba Barat Daya untuk mengaktifkan kembali Balai
Latihan Kerja (BLK) demi meningkatkan keterampilan para Pekerja Migran Indonesia
sebelum keberangkatannya ke luar negeri.
6. Menuntut Pemerintah Daerah, menyediakan shelter bagi para korban perdagangan orang
maupun korban kekerasan lainnya terkhusus bagi perempuan dan anak dan menghadirkan
ahli psikolog ke Kabupaten Sumba Barat Daya.
7. Menuntut pemerintah daerah, agar program 7 jembatan emas tidak sebatas wacana.
8. Menuntut Bupati dan DPRD Sumba Barat Daya agar menindaklanjuti tuntutan ini sebagai
aspirasi masyarakat Kabupaten Sumba Barat Daya. (*)