Bacaan
Yer 18: 18-20
Mat 20: 17-28
Siapakah yang tidak takut akan ancaman? Tentunya sebagai manusia, apa yang disebut ‘ancaman’ selalu menakutkan; ia senantiasa mengganggu harmonisasi, dan pasti tidak elok dikaji dari kehidupan bersama. Itu artinya: perlu damai, perlu ada kata sepakat, perlu ada sikap saling memberi dan saling mengharapkan agar tidak timbul ancaman atau penolakan.
Nabi Yeremia dalam bacaan hari ini ‘diancam’ oleh sebagian umat yang dibimbingnya. Tentu, ini bukan satu perkara mudah oleh karena hal itu tidak memberi angin segar bagi karyanya sebagai seorang nabi, seorang sesepuh spiritual yang sertiap hari memberi arah hidup yang benar dan pasti kepada Tuhan dan Kehendaknya. Pada sisi tertentu, ancaman yang dialami Nabi Yeremia tidak boleh dianggap sepele atau dipandang enteng. Mengapa? Nabi Yeremia tidak bermaksud untuk membimbing Umat Israel kepada dirinya sendiri. Nabi Yeremia semata berkarya bagi Tuhan, ia bekerja untuk mempersiapkan hati Umat Israel agar Sabda Tuhan mudah didengar, dan dengan demikian Kehendak Allah dapat dicerna dan bisa difahami dengan mudah oleh Umat. Karena itu ancaman dan penolakan dapat menggagalkan semua tugas luhur sang Nabi!
Ancaman yang dialami Nabi Yeremia dapat dibahasakan dengan kata-kata lain, bahwa ia ditolak, umat mengambil jarak dan sebagian dari mereka tidak mendengar ajarannya lagi. Walau masih ada juga kelompok yang berpihak pada sang Nabi, dan seketika sang Nabi menemukan optimisme baru untuk meneruskan karya pelayanan di tengah mereka menuju Tanah Terjanji. Ancaman dan penolakan dijadikan sebagai ‘peluang baru’ bagi Nabi Yeremia untuk menyampaikan doa dan harapan kepada Tuhan pemilik alam semesta!
Saudara dan saudariku terkasih dalam Kristus. Pada perspektif tertentu, Uskup Orang Miskin Mgr Gabriel Manek SVD yang sangat viral dalam renunganku ini ibarat ‘seseorang murid Kristus’ yang juga mengalami ancaman dan penolakan. Situasi yang sungguh-sungguh menyedihkan, kata Sr Anfrida SSpS kepada Sr M. Gabriella PRR (Baexem, Nederland 1995) sulit menemukan kelompok yang dengan gigih menolak isu yang sangat menyakitkan. Lalu hampir di semua pelosok telah tersebar dengan liar fitnahan tersebut. Fitnah berkembang seirama dengan kuasa dan kelemahan struktur (baik dalam Gereja, maupun dalam tarekat) untuk membela yang benar, melihat dengan mata hati untuk berpihak pada ‘yang seharusnya’, serta menutup telinga terhadap fitnah yang tidak beralasan. Pragmatisme tunduk pada si penyebar isu dan fitnah!
Iman Uskup Agung Kenosis Mgr Gabriel Manek SVD benar-benar menjadi taruhan. Secara manusiawi, tentu ia bingung oleh karena dipaksa untuk mengikuti suara hati fitnahan tersebut. Walau dalam perspektif iman, Uskup Kenosis itu membiarkan dirinya, tanpa sepatah kata pembelaan untuk mengatakan ‘ya’ agar setuju; dan ‘tidak’ untuk menegur kelompok yang memiliki hobi ‘menyebarkan isu’ seenaknya. Struktur sosial taat buta oleh karena tunduk pada fitnah dan membela serta mengagung-agungkan yang salah!
Antropologi ‘tekanan’, apakah fisik atau lebih dalam dari itu, kiranya dapat dijadikan jurus refleksi baru, untuk memahami sikap iman perkasa, yang telah dijahit sendiri oleh Uskup Agung Kenosis, yang akhirnya kini terbukti dengan ‘jenasahnya yang masih utuh’ justru sampai pada detik ini! Kondisi hari ini sebetulnya telah diantisipasi oleh sikap spiritual orang-orang Indian Mexico, yang dengan sukacita menerima Uskup Manek ketika terlunta-lunta meratapi diri di ruang yang seakan tidak bertuan: ia dibuang, dan siapa yang peduli, …. kelompok orang miskin dan terlantar di Amerika itu dengan penuh gembira menerimanya sebagai ‘pemimpin besar’ mereka (Suku Indian).
Antropologi suku-suku bermain di sini: kosmologi Timor menunjuk diri, Bahwa ayah piara Uskup Kenosis yang adalah Raja Kerajaan Tasifeto (Belu Utara) Don Kaitanus da Costa masih memberi aura hidup dan harapan baru. Mengapa? Uskup Agung Gabriel Manek pandai menjahit iman yang perkasa di tengah suasana yang tidak bersahabat, sehingga ia tidak saja diterima, melainkan lebih dari itu, menjadi orang dalam dan bahkan diangkat menjadi panglima kehidupan mereka setiap hari. Mgr Manek mengikuti lanhgkah ayah tirinya, menjadi orang besar di tengah kerajaan kaum terlantar di Amerika.
Saudara dan sadauriku terkasih. Luar biasa ‘IMAN’ yang kita miliki. Jika iman itu dijahit secara perkasa, maka apa yang tidak diharapkan justru menjadi kenyataan yang sungguh mengagumkan. Hari inipun anda dipanggil untuk ‘menjahit iman yang perkasa’ sesuai situasi dan kondisi kehidupanmu yang paling riil dan nyata! Imanmu sendiri akan menyelamatkan, jika anda sendiri dengan penuh yakin ‘mengamini’ kekuatan iman yang anda miliki!
Yeremia yang diancam dan ditolak tidak membuat hatinya memilih jalan: membuang handuk untuk menunjuk sikap ‘berhenti’ dan gulung tikar! Nabi Yeremia menjahit iman yang perkasa dari pengalaman pahit yang dijumpainya, lalu ia terdorong menyusun doa yang penuh kepercayaan akan suatu waktu di kemudian hari yang lebih cerah.
Uskup Kenosis telah sukses menjahit iman yang perkasa dengan tidak ‘menyerah kalah’ terhadap berbagai fitnah. Mgr Manek teguh mengimani Yesus sang Guru dengan tekun menjahit iman yang perkasa, justru ketika ia tidak dapat melakukan apa-apa, selain pasrahkan semuanya ke Telapak Tangan Kasih Tuhan yang perkasa. Kata Mgr Manek, ‘hanya Allah saja yang membela saya’, inilah kata-kata sederhana yang terbit dari ufuk timur kehidupan iman Uskup Agung Kenosis yang sungguh-sungguh perkasa!
Mgr Manek… mintalah dari Tuhan agar kami juga pandai dan cerdas menjahit iman yang perlasa sebagaimana Mgr sendiri telah melewatinya dengan sungguh perkasa pula.
Doaku dan berkat bagimu
P. Gregor Neonbasu SVD
Soverdi Oebufu Kupang