Analisa Wacana Konservasi Paus, Putra Lamalera Raih Gelar Doktor Sosiologi di UGM

Dr. Agustinus Gregorius Raja Dasion / Foto: Tangkapan layar ujian doktoral yang digelar secara terbuka via zoom.

Jakarta, KN – Dr. Agustinus Gergorius Raja Dasion, SS. MA, putera Lembata, Nusa Tenggara Timur, kelahiran kampung nelayan Lamalera, Kecamatan Wulandoni, berhasil meraih gelar doktor sosiologi di bawah bimbingan Promotor Prof Dr Heru Nugroho dan Ko-Promotor Dr Hakimul Ikhawan, MA di Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Kamis (15/4/2021) pagi.

Promorendus Raja Dasion, sapaan akrabnya, mempertahankan disertasi berjudul “Merebut Paus di Laut Sawu”: Analisa Wacana Konservasi Paus di Lamalera, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dengan predikat Sangat Memuaskan dalam Sidang Terbuka Ujian Terbuka Promosi Doktor di bawah tim penguji Prof Dr Suharko, Dr Sugeng Bayu Wahyono, Dr Arie Sujito, dan Dr Oki Rahadiato.

Prof Heru dalam pertanyaan pemantik pengantarnya meminta promorendus menjelaskan apa yang menarik dari term merebut paus di laut Sawu dalam disertasinya. Apalagi, persoalan perburuan paus bukan hanya persoalan lokal Lamalera namun juga global. Persoalan ini juga sudah diekspos oleh media dunia seperti British Broadcasting Channel maupun National Geographic.

“Disertasi saya Merebut Paus di Laut Sawu. Diksi merebut paus sesungguhnya menggambarkan keseluruhan studi saya. Yaitu bagaimana wacana konservasi direbut negara bersama aparatusnya yang dibuat di laut Sawu dengan wacana konservasi bersama masyarakat lokal yang berburuh paus secara tradisional,” kata Raja Dasion dalam keterangan tertulis Ata Lembata, komunitas Lembata Diaspora Sedunia di Jakarta.

Menurut Raja Dasion, ada dua hal penting dari term merebut paus di Laut Sawu dalam disertasi itu. Pertama, terjadi gap pengetahuan antara konservasi global dengan konservasi lokal dalam hal ini masyarakat Lamalera. Kedua, saat negara dan aparatusnya hadir dengan konsep konservasi global ada antagonism, penolakan masyarakat lokal Lamalera dengan wacana konservasi lokal dengan tradisi berburuh paus di laut Sawu hingga saat ini.

Ia menambahkan, ada banyak subyek dalam kontestasi merebut paus di laut Sawu. Subyek dimaksud adalah negara dan aparatusnya, juga beberapa lembaga konservasi global seperti World Wildlife for Nature (WWF) dan The Nature Concervancy (TNC). Kemudian aparatus negara seperti Dinas Pariwisata dan Dinas Kelautan dan Perikanan baik Kabupaten Lembata maupun Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Berikut di tingkat lokal ada banyak subyek yang begitu cair seperti para tetua adat, nelayan, dan organisasi-organisasi yang mendukung upaya lefa nuang atau tradisi berburuh paus yang hingga saat ini bertahan dan dilakukan masyarakat lokal Lamalera.

Tatkala paus dilarang diburuh oleh negara karena takut terhadap tekanan global, maka posisi masyarakat lokal juga tentu berpengaruh. Namun, hal ini menurut Raja Dasion, masyarakat Lamalera menggantungkan konservasi dengan mempertahankan kearifan lokal karena sejak dulu konsep konservasi masih sama.

Perbedaannya, kata Raja Dasion, terletak pada beberapa cara. Pertama, sejak dulu masyarakat Lamalera menggunakan tombak atau peralatan tradisional, traditional tools, untuk menikam paus. Kedua, sebelum melakukan tradisi lefa nuang, ada beragam ritus yang harus dilakukan. Hal ini wajib karena paus tak sekadar urusan kepentingan ekonomi tetapi juga masalah teologis, filosofis, sosial, dan keseluruhan sistem hidup masyarakat lokal.

BACA JUGA:  Mahasiswa Wirausaha Merdeka Bakal Dapat Modal Pengembangan Usaha

Ko-Promotor Hakimul Ikhawan di saat memulai bertanya lebih jauh, menyampaikan duka mendalam bagi warga Nusa Tenggara Timur, khususnya Lembata, tanah kelahiran promorendus Raja Dasion, tim penulis buku Membangun Tanpa Sekat, yang diterpa bencana banjir lahar dingin dan badai Seroja beberapa minggu belakangan.

Hakim di pengantar ujian dengan sedikit guyon mengatakan, riset promorendus barangkali terbawa mimpi. Ia memuji promorendus yang berusaha mencari signal telekomuniasi dari Kupang untuk dapat mempertahankan disertasi secara daring melalui zoom meeting di hadapan tim penguji dari kampus Bulaksumur dan dinyatakan lulus dengan predikat Sangat Memuaskan.
“Terima kasih atas atensi, perhatian Pak Hakim atas bencana alam yang belakangan melanda NTT, khususnya Lembata,” kata Raja Dasion.

Tangkap 5 Ekor Paus

Joseph Boli Batafor, seorang lamafa, juru tikam paus mengatakan, pihaknya mengapresiasi Raja Dasion, seorang putra asli Lamalera yang menulis disertasi tentang lefa nuang dalam kajian akademiknya di Departemen Sosiologi Fisipol Universitas Gajah Mada. Jejak akademik ini mulai digeluti banyak putra-puteri lokal seperti Dr Jakobus Blikololong yang menulis disertasi tentang pasar barter di Desa Wulandoni, Kecamatan Wulandoni.

Kamis (15/4) kemarin, nelayan Lamalera berhasil menangkap lima ekor paus dari perairan laut Sawu dan langsung ditarik ke bibir pantai. “Peristiwa ini dalam keyakinan kami di Lamalera adalah rekayasa Alepte teti Kova Lolo, Tuhan penguasa alam semesta karena knato, berkat lima ekor paus itu ditikam nelayan bersamaan dengan ujian disertasi promorendus Raja Dasion,” ujar Boli Batafor.

Menurut dia, lima ekor paus raksasa itu ditangkap nelayan dengan menggunakan perahu Teti Heri milik suku Batafor, Mnula Blolo dari suku Keraf Lamalera A, Nara Tena milik suku Keraf Lamalera B, Soge Tena dari suku Tapoona, dan Java Tena dari suku Bataona. Rabu (15/4) sekitar jam 09.00 hingga 10.00 WITA, nelayan berteriak, Baleo….. baleo…. Nelayan rame-rame mendayung perahu dan mulai berburu. Mereka berhasil menangkap lima ekor paus berbobot besar namun ada satu ekor sangat besar dibanding empat lainnya.

Doktor Raja Dasion lahir di Lewoleba, Lembata, 5 April 1984. Lahir dari pasangan suami-isteri guru, Fransiskus Atakebelen Dasion dan Maria Bulu Batafor. Raja Dasion sekolah di Taman Kanak-kanak Ade Irma Suryani Nasution Lamalera, Wulandoni dan SD Inpres Labalimut (Boto), Kecamatan Nagawutun, SMP Sanctissima Trinitas Hokeng, Kabupaten Flores Timur dan SMA Seminari San Dominggo, Hokeng.

Ia menyelesaikan studi S-1 di Fakultas Filsafat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Kemudian S-2 bidang Sosiologi diraih dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Sejak 2016 menempuh studi S-3 bidang Sosiologi di Departemen Sosiologi Fisipol UGM.*