Kupang, KN – Bisnis prostitusi di Kota Kupang perlahan bergeser dari era konvensional ke era digital. Perkembangan globalisasi membuka peluang berbagai usaha bisnis dapat dilakukan melalui teknologi digital. Tanpa terkecuali bisnis prostitusi online.
Seperti kota besar lainnya di Indonesia, Kota Kupang pun sudah “dirasuki” dengan berbagai praktek prostitusi menggunakan aplikasi gadget ini.
Penelusuran media ini mengungkapkan fakta mengejutkan. Para Pekerja Seks Komersial (PSK) di Kota Kupang saat ini lebih gemar menggunakan jasa teknologi digital, ketimbang harus menghuni beberapa tempat lokalisasi yang ada, seperti Karang Dempel (KD), Bolekale, atau Hotel Citra.
Usia mereka pun tidak terlalu tua. Hanya berkisar antara 20-28 tahun. Sebagian dari mereka menghuni kamar kos, dan yang lainnya tinggal di hotel mewah di seputaran jantung Kota Kupang. Ada juga yang memilih tinggal berdekatan dengan hotel agar lebih mudah dalam melakukan transaksi.
Seorang PSK, sebut saja Mawar (nama samaran) yang ditemui media belum lama ini mengungkapkan, dirinya terpaksa harus melakukan hal tersebut lantaran tuntutan kebutuhan ekonomi.
Tidak ingin kedoknya terbongkar, Mawar pun menggunakan salah satu aplikasi media sosial, dengan alasan menjaga keamanan privasi dalam bertransaksi.
Aplikasi dengan sistem scanning untuk menambahkan teman di sekitar itu sebenarnya sangat bagus, tetapi oleh banyak pihak disalahgunakan untuk hal-hal tertentu.
Mengenai tarif bagi para lelaki hidung belang, Mawar mengaku biasa dibayar antara Rp350.000 untuk ST (Short Time) hingga Rp1 Juta untuk LT (Long Time) per orang.
Praktik prostitusi online ini bahkan dilakukan secara berjamaah dengan iming-iming fee.
“Kalau satu kali, saya dibayar Rp350.000,” ungkap Mawar yang juga merupakan pelajar di Kota Kupang yang ditemui belum lama ini.
Persoalan bisnis esek-esek di Kota Kupang tidak hanya ditemukan di tempat lokalisasi dan media sosial, namun juga di beberapa tempat berkedok Panti Pijat Tradisional alias Pitrad.
Selain memberikan jasa pijat, tempat yang diketahui sudah menjamur di Kota Kupang ini juga menyediakan jasa pelayanan prostitusi.
Pelanggan tempat bernama Pitrad ini terdiri dari kalangan masyarakat biasa, hingga para ASN di lingkup pemerintahan. Tarif yang disediakan juga berbeda-beda mulai Rp200.000 hingga Rp500.000.
“Yang sering ke sini itu masyarakat biasa. Ada juga pegawai (PNS),” jelas Bunga (nama samaran) salah satu pekerja Pitrad yang diketahui berasal dari wilayah luar NTT ini.
Niat Pemerintah untuk menutup tempat lokalisasi, justru malah menyuburkan praktik prostitusi online di Kota Kupang.
Persoalan ini menjadi tantangan bagi pemerintah dan pihak Kepolisian untuk menertibkan berbagai tempat hiburan malam, maupun penginapan dan hotel-hotel yang biasa digunakan untuk bertransaksi dengan lelaki hidung belang.
Selain tantangan suburnya bisnis prostitusi online, pelakunya pun sangat rentan terhadap berbagai penyakit menular seperti HIV/AIDS yang sangat berbahaya bagi manusia.
“Kalau dilakukan secara diam-diam artinya tidak ada jaminan kesehatan bagi mereka. Apakah mereka ini benar-benar bersih dari resiko penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS?” kata salah satu aktivis kesehatan di Kota Kupang yang berhasil diwawancara media ini.
Menurutnya, para penjaja seks ini bisa saja tidak memeriksakan diri secara rutin. Sehingga sangat tidak menjamin mereka bebas dari penyakit menular.*