Ruteng, Koranntt.com – Pagi yang cerah itu, orang beraktivitas seperti biasa. Lalu lintas kendaraan menghiasi jalan dan kompleks pertokoan hingga warung makan di Kota Ruteng Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Mereka semua bekerja, karena ingin kelurganya sejahtera dan anaknya bisa mengenyam pendidikan. Seperti halnya penjual sayur keliling Satnislaus Palang (54), pria tua asal Koko, Desa Persiapan Bangka Nderu, Kecamatan Wae Ri’i, Kabupaten Manggarai.
Ia mempunyai 4 orang anak, 2 laki-laki dan 2 Perempuan. Anak pertama dan kedua sudah menamatkan pendidikan mereka di tingkat perguruan tinggi dan bergelar sarjana. Sementara anak ketiga masih mengenyam pendidikan di tingkat SMA, begitu pula anak keempat yang masih duduk di bangku SMP.
Mereka berempat bisa mengenyam pendidikan karena berkat usaha hasil penjualan sayur keliling ayahanda tercinta, Stanislaus Palang. Pria ini kesehariannya diisi dengan menjual sayur dari rumah ke rumah. Pekerjaan yang seringkali dipandang sebelah mata, namun selalu dinanti oleh orang banyak.
Jenis sayur yang ditawarkan oleh Stanislaus juga bermacam-macam mulai dari kangkung, daun singkong, kol, wortel, buah tomat, lombok, dan masih banyak sayuran lainnya.
“Saya lebih suka jalan, bisa ketemu dengan banyak orang,” kata pria yang akrab disapa Stanis, saat diminta keterangan oleh Koranntt.com, Senin (18/01/2021)
Meski hanya bermodal selembar kaos putih ditutup jacket hitam serta celana biru yang kian mencoklat karena sudah usang, Stanis terlihat begitu semangat melayani pelanggan-pelanggannya.
“Saya tidak gengsi demi kebutuhan hidup keluarga. Karena saya bangga bahwa dari hasil penjualan dengan berkat Tuhan, saya turut merasakan kesuksesan dari anak-anak yang saya biayai,” ungkap Stanis dengan nada terharu.
Ia menuturkan, pada tahun 2015 silam, ia bersama keluarga tiba di Ruteng dengan tujuan berjualan keliling. Selama masa itu ia tetap menekuni profesinya hingga 2019, ia diberi lapak yang disiapkan oleh Pemkab Manggarai di Pasar Inpres.
Saat itu setiap penjual dibebani biaya pajak Rp 150.000 per triwulan dan lapak itu dijaga oleh istrinya. Namun sebelum menjadi penjual sayur keliling, Stanis juga pernah menjual kapur sirih, yang berasal dari hasil produksi sendiri dan kemudian dijual di Pasar Inpres, Ruteng.
“Sebelum melangkah jualan sayur keliling ini, saya jual kapur sirih hasil produksi saya sendiri kemudian saya lepas karena beban kerja,” kisah Stanis.
Keuntungan menjual sayur tidak besar jika dibandingkan dengan pedagang lainnya di pasar. Menurutnya pedagang di pasar dapat menjual sayuran dengan selisih harga yang signifikan setelah membelinya dari distributor.
Sedangkan pedagang sayur keliling hanya bisa memberi selisih seribu hingga dua ribu rupiah dibanding harga pasar tempat ia membeli barang dagangan.
“Keuntungannya memang tidak besar mulai dari Rp 50.000 hingga Rp 150.000, tapi dari keuntungan itu saya bisa sekolahkan anak saya hingga 2 orang lulus dari sarjana. Satu Sarjana lulusan di perguruan tinggi STKIP-PI Makassar-Sulsel dan yang kedua lulusan dari kampus STIPAS St.Sirilus Ruteng,” ucapnya.
Ia juga menambahkan bahwa selama hidupnya, dirinya baru sekali menerima bantuan dari pemerintah Kabupaten Manggarai. Sebelumnya dirinya bahkan tidak tersentuh berbagai bantuan dari pemerintah.
“Sebelum adanya Covid-19, saya belum pernah mendapatkan bantuan, pemerintah baik dari pemerintah desa maupun pemda hingga pusat. Namun setelah adanya wabah ini saya baru mendapatkan bantuan covid-19 itu pun hanya dua kali saja,” tandas Stanislaus Palang sembari menambahkan pandemi covid-19 bukan menjadi pengalang untuk berhenti menjual. Ia tetap bekerja demi masa depan keluarga dan anak-anaknya. (YH/KN)