Laporan Reporter Agung Laba Lawa
Kupang, KN – Ikatan Keluarga Ngada Kota Kupang menggelar gelar wicara kebudayaan
bertajuk Menenun Mozaik Budaya Sagi So’a dan Larik Riung di Era Kekinian pada Sabtu (23/08/2026) pukul 09.45 WITA.
Kegiatan ini diselenggarakan di Aula Santo Paulus, Lantai 4 Gedung Rektorat Unwira Kupang – Kampus Penfui, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang.
Ketua IKADA Kota Kupang Sipri Radho Toly membuka dengan resmi gelar wicara ini. Dalam sambutannya, sipri menjelaskan gelar wicara ini dilatarbelakangi oleh semangat untuk mempromosikan kekayaan budaya Ngada di Kota Kupang supaya tidak hanya Ja’i dan Reba yang dikenal masyarakat.
“Apalagi sagi hanya dilakukan d Soa. Larik hanya di Riung. Kami khawatir publik Kota Kupang hanya tau Ja’i atau Reba. Jadi IKADA mengadakan gelar wicara ini untuk menyambut pentas budaya Sagi So’a dan Larik Riung pada Sabtu, 30 Agustus 2025 dalam mempromosikan kekayaan budaya kita,” ujar Sipri saat ditemui di lokasi kegiatan.
Gelar wicara ini menjadi momentum untuk duduk bersama, diskusi dan berdialog dengan pemahaman secara akademis dan esensi budaya. Dengan begitu akan menghidupkan kembali kekayaan budaya leluhur Sagi dan Larik dalam napas zaman modern sekarang ini.
“Kalau bisa ditulis dalam sebuah buku khusus tentang Sagi dan Larik sehingga ada arsipnya. Dengan memohon rahmat Tuhan dan restu leluhur hari ini kita bersyukur dapat melaksanakan acara ini,” ujar Sipri.
Budaya sebagai warisan tradisi adat menjadi perekat nilai persaudaraan dan pusaka peradaban. Dalam keberagaman, ditangan kitalah adat dan tradisi dapat dipertahankan dan dilestarikan dalam keabadian.
Wakil Ketua Panitia Isidorus Lilijawa, S.Fil., MM menjadi moderator kegiatan ini. Dalam memandu diskusi, Isidoris memantik diskusi dengan cerita menarik tentang Sagi So’a dan Larik Riung.
“Kegiatan ini diselenggarakan untuk dua budaya yang bersinggungan dalam hubungan pergaulan adat istiadat dan kawin mawin di So’a dan Riung,” ujar Isidorus.
Pemantik materi dan diskusi lebih lanjut dipaparkan oleh para narasumber yang hadir. Pegiat Budaya So’a, Drs. Bei Marselinus, MM menerangkan tentang seluk beluk Sagi So’a. Berdasarkan pemaparannya Sagi So’a adalah tradisi tinju adat atau upacara tradisional yang berasal dari masyarakat So’a Kabupaten Ngada.
“Walaupun tinju menimbulkan rasa sakit tapi Sagi So’a mengandung nilai budaya, sosial dan spiritual sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen, penanda rasa persaudaraan/kekeluargaan, dan penghormatan kepada leluhur,” jelas Bei.
Selanjutnya, giliran Pegiat Budaya Riung, Drs. Cyrilus Sungga yang membagikan pemahaman yang mendasar dan lengkap tentang Larik Riung. Mulai dari asal usul, akar mitologi, tahapan ritus, akar filosofis hingga perkembangan Larik Riung.
Larik riung adalah ritus adat yang menantang adrenalin karena melibatkan cambuk dan perisai.
Cyrilus menjelaskan sebetulnya lebih tepat disebut Melas Riung karena larik hanyalah satu alat dari budaya masyarakat etnis Riung ini. Hanya saja lantaran makna Melas sebagai ritus dianggap sakral dan memorial, masyarakat jadi lebih berani menyebutnya tradisi Larik Riung. Tradisi ini jadi populer dihubungkan dengan kesuburan dan ketahanan pangan.
“Generasi muda hari ini banyak yang tidak tahu makna dasar tradisi Larik Riung ini,” ujar Cyrilus sekaligus memberikan catatan pengingat kepada anak muda.
Selain kedua narasumber, Dosen Fakulras Filsafat dan Agama Unwira Kupang, Dr. Watu Yohanes Vianey, M.Hum turut menyampaikan pandangan dan uraiannya terkait Sagi So’a dan Larik Riung.
Walaupun terkesan akademis, namun pemaparan dan diskusi berlangsung bersahaja. Bahasa yang digunakan populer dan mudah dicerna oleh sekitar 150 peserta yang terdiri dari IKADA Kota Kupang, akademisi, mahasiswa dan masyarakat umum.
Sesekali kalimat guyonan dilontarkan oleh para pembicara untuk mencairkan suasana. Para peserta juga aktif terlibat dalam diskusi dengan memberikan komentarnya. Tidak jarang para pembicara menyampaikan isi pikirannya dengan menggunakan bahasa asal daerahnya.
Mewakili IKADA Kota Kupang, Ketua Panitia Antonius Gili mengajak seluruh masyarakat Kota Kupang untuk datang, dengar, saksikan dan rasakan denyut budaya Sagi So’a dan Larik Riung yang bukan sekadar kisah masa lalu, tetapi nyawa yang harus terus hidup di setiap langkah hidup kita.
Antonius juga menghimbau penggunaan beberapa kata dalam bahasa daerah yang harus diberi konteks. Seperti kata “no’o” yang dalam bahasa So’a berarti “dengan”. Namun secara bunyi bahasa sama dengan bahasa Kupang yang memiliki arti negatif. Mohon dimaklumi dan dimengerti konteks penggunaannya nanti pada saat tradisi lisan adat Dero-Sagi So’a.
Puncak perayaan budaya ini akan ditutup dengan Pentas Budaya Sagi So’a & Larik Riung pada Sabtu, (30/8/2025) yang diselenggarakan oleh Ikatan Keluarga Ngada (IKADA) Kupang berkolaborasi dengan UPTD Taman Budaya Gerson Poyk, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT.
Ketua IKADA Kota Kupang Sipri Radho Toly mengucapkan terima kepada seluruh pihak yang terlibat dalam melancarkan kegiatan ini.
Ucapan terima kasih khusus disampaikan kepada Rektor Unwira Kupang Pater Dr. Stefanus Lio, SVD, M.A. dan Dekan Fakultas Filsafat Unwira Kupang RD. Drs. Yohanes Subani, Pr.Lic.Iur. Can. yang berkenan menyediakan tempat dan hadir dalam rangkaian acara ini. (*)

