Ende, KN — Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Emanuel Melkiades Laka Lena, menegaskan bahwa generasi muda tidak hanya sebagai penerus bangsa, tetapi juga pewaris nilai-nilai luhur Pancasila.
Pernyataan itu ia sampaikan saat menjadi keynote speaker dalam Seminar Kebangsaan bertema “Pancasila dalam Tantangan dan Perubahan Geopolitik Dunia” di Graha Ristela, Ende, Sabtu (31/5).
“Pancasila melihat generasi muda bukan sebagai objek pembangunan, tetapi sebagai subjek perubahan. Mereka harus menjadi pemimpin yang beretika, menjadikan nilai kemanusiaan dan keadilan sebagai dasar setiap inovasi dan tindakan,” ujar
Gubernur Melki dalam pidatonya.
Seminar tersebut dipandu Dr. R.S. Ferry Dhae dan menghadirkan pembicara nasional seperti Politisi PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira, Ahli Hukum Tata Negara Prof. Dr. Satya Arinanta, Cendekiawan Kebangsaan Dr. Yudi Latif, dan tokoh Forum Kebangsaan Pontjo Sutowo.
Melki menekankan pentingnya kesadaran sejarah (sense of history) di kalangan pemuda. Ia menyebut bahwa Pancasila tidak boleh sekadar dihafal saat upacara, tapi harus dihidupi dan dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.
“Pancasila harus kita bawa ke dalam ruang digital, karya inovasi, dan kepemimpinan yang berpihak pada rakyat. Ia harus menjadi energi perubahan,” tambahnya.
Ia juga mengangkat peran penting kota Ende dalam sejarah bangsa, tempat di mana Bung Karno menggali dan merumuskan nilai-nilai Pancasila saat masa pengasingan.
“Daerah lain menyumbang emas, gas, dan minyak. Tapi dari Ende, NTT menyumbang sesuatu yang tak tergantikan: Pancasila,” tegas Melki disambut tepuk tangan hadirin.
Melki juga menyampaikan pandangannya bahwa Pancasila tetap relevan di tengah tantangan global seperti pandemi, konflik geopolitik, krisis pangan, hingga perubahan iklim.
“Pancasila adalah solusi sekaligus penopang bangsa. Ini bukan sekadar dasar negara, tapi wajah dan jiwa Indonesia,” katanya.
Dalam konteks pemerintahan nasional, ia menyebut Presiden Prabowo Subianto berkomitmen mengembalikan roh Pancasila ke dalam setiap aspek kebijakan, mulai dari pendidikan ideologi hingga penguatan pertahanan nasional.
Gubernur NTT juga menyoroti bahwa ketahanan nasional sejati bukan hanya soal militer atau ekonomi, tetapi keyakinan rakyat terhadap bangsanya dan semangat gotong royong antarwarga.
“Pancasila adalah benteng ideologis kita. Di NTT, kami hidup bersama dalam semangatnya—di pasar, sekolah, rumah ibadah, dan ladang petani kecil,” jelas Melki.
Ia menegaskan bahwa pembangunan di NTT dilakukan dengan pendekatan partisipatif dan berorientasi pada pengakuan martabat masyarakat.
“Kami tidak hanya menghafal Pancasila, kami menjalankannya. Kami membangun desa dengan gotong royong dan memastikan keadilan sosial hadir hingga ke titik terluar NTT,” katanya.
Menutup pidatonya, Melki menyerukan semangat kebangsaan dari NTT untuk Indonesia dan dunia.
“Mari kita warisi api semangat Bung Karno, bukan abunya. Dari Ende, kita nyalakan lilin peradaban. Dari Pancasila, untuk Indonesia dan dunia,” pungkasnya.
Seminar tersebut dihadiri oleh unsur Forkopimda, pimpinan perangkat daerah, camat, lurah, kepala desa, mahasiswa, pelajar, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh perempuan, serta mitra kerja dari berbagai sektor. (Biro Adpim)