Kupang, KN – PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) Nusa Tenggara Timur (NTT) membeberkan alasan batal menjadi kelompok usaha bersama (KUB) dengan Bank DKI. KUB itu batal lantaran Bank DKI meminta saham hingga 51 persen dan sejumlah jabatan strategis.
“Terkait dengan KUB dengan Bank DKI tidak dilanjutkan karena permintaannya terlalu high (tinggi). Satu mereka minta saham 51 persen, nah itu bukan semangat kolaborasi yang baik, tetapi itu semangat akuisisi,” terang Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama (Dirut) Bank NTT, Yohanes Landu Praing, kepada awak media di Kantor Gubernur NTT, Rabu (13/11/2024).
Selain meminta saham, Bank DKI juga menginginkan agar pemegang saham seri B di Bank NTT dihapus. Bank DKI juga meminta sejumlah jabatan strategis di Bank NTT, seperti direktur utama, direktur keuangan, dan juga komisaris utama.
“Nah hal-hal ini yang kami tidak inginkan dan itu juga sudah kami laporkan ke bapak gubernur, dan beliau menyampaikan akan dilanjutkan rencana B untuk membangun komunikasi dengan Bank Jatim untuk KUB,” terang Yohanes.
Yohanes menegaskan Bank NTT akhirnya membatalkan KUP dengan Bank DKI dan memilih bekerja sama dengan Bank Jatim. Hal itu dilakukan guna memenuhi modal inti yang mencapai Rp 3 triliun agar tak turun status menjadi BPR.
“Untuk memenuhi modal inti Bank NTT Rp 3 triliun, maka dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu ber-KUB dan juga dengan penyertaan modal mencapai Rp 3 triliun paling lambat 31 Desember 2024. Saya juga sudah bertemu dengan dirut-nya dan OJK Jatim untuk KUB telah dibahas dan sementara berproses,” urai Yohanes.
Diberitakan sebelumnya, rencana BPD NTT untuk bergabung menjadi KUB dengan Bank DKI batal. Hal itu dilakukan dalam upaya pemenuhan modal inti Bank NTT Rp 3 triliun untuk mempertahankan status sebagai bank umum hingga akhir Desember 2024.
Yohanes menjelaskan pihaknya harus membangun koordinasi dengan dua bank jangkar. Hal itu sesuai dengan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
“Harus ada plan A dan plan B jadi tidak Bank DKI. Jadi kami pilih plan B, kami harus bangun koordinasi dengan dua Bank jangkar. Sehingga kalau salah satu stagnan di situ, maka ada pilihan yang lain,” jelas Yohanis.
Salah satu bank jangkar adalah Bank Jatim. Yohanis menjelaskan kerja sama yang dibangun dengan Bank Jatim hampir mencapai kesepakatan.
“Kemarin kami dengan Bank Jatim ditaruh pada posisi Rp 100 miliar yang mereka minta. Kalau jadi, maka itu sudah terpenuhi modal inti Rp 3 triliun. Komposisinya kami memenuhi bank jangkar, otomatis Rp 3 triliun untuk modal inti,” terang Yohanis.
Yohanis mengatakan alasan Bank NTT tidak menjadi anggota KUB bersama Bank DKI dikarenakan faktor kolaborasi dan sinergitas. Ia menampik hal itu bukan karena gagal.
“Inti dari KUB itu adalah kolaborasi dan sinergitas, bukan akuisisi,” urai dia.
Walaupun batasan waktu pemenuhan modal inti hingga akhir Desember 2024, Yohanis yakin Bank NTT tidak akan turun menjadi Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Pihaknya akan terus membangun komunikasi sebelum batas waktu.
“Tetapi kami yakin sebelum berakhir sudah terealisasikan semua, Bank NTT tidak mungkin turun menjadi BPR,” tegas Yohanis. (*/ab)