Ende, Koranntt.com – Kematian Alm MNS (54), pada Kamis, (21/01/2021) dengan status probable atau positif rapid antigen menyisakan tanda tanya besar bagi keluarga korban.
Korban meninggal dengan penyakit bawaan demam, sesak nafas, gula dan hipertensi berdasarkan pernyataan dari pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ende.
Istri MNS, Umi Kalsum Natsir Suwetty, bersama keluarga, mendatangi RSUD Ende, pada Jumat (29/01/2021) guna menayakan kejelasan hasil pengambilan sample PCR.
“Di dalam surat tidak menjelaskan jenis penyakit menular tersebut. Itulah tujuan saya bersama keluarga mendatangi rumah sakit,” ungkap Umi Kalsum, kepada Koranntt.com di kediamanya.
Perjuangan Umi dan keluarga ternyata tidak membuahkan hasil maksimal, lantaran pihak rumah sakit beralasan, pesawat tidak ada untuk pengiriman sampel pada saat itu.
Pihak RSUD Ende juga menyampaikan bahwa sampel PCR sudah rusak, karena sudah lewat dari dua hari, sehingga tidak bisa dikirim lagi untuk proses pemeriksaan di Kupang.
“Sementara selama ini, kami sangat mengharapkan, bahwa ada hasil dari PCR sehingga di lingkungan sosial masyarakat, kami tidak dinilai tanpa ada dasar yang jelas,” ucap Umi kepada wartawan.
Menurutnya, sebelum meninggal, ada banyak kejanggalan yang terjadi pada MNS. Pada mulanya MNS masuk rumah sakit, dan setelah dilakukan rapid antibodi di tenda depan UGD, ia dinyatakan negatif.
“Namun ketika diambil sample lendir hidungnya dalam ruangan UGD, suami saya dinyatakan positif. Sehingga kami disuruh pulang oleh dokter karena penyakit tersebut menular,” kisah Umi Kalsum.
Dengan pertimbangan tidak boleh ditemani oleh keluarga dalam ruang isolasi, pihaknya memutuskan pulang bersama pasien sehingga bisa dirawat dan ditemani oleh keluarga di rumah.
Karena kondisi korban semakin buruk, keluarga memutuskan kembali ke RSUD Ende pada hari Rabu, dan setelah melakukan pemantauan di UGD, pasien langsung dibawa ke ruangan isolasi.
Saat itu, pihaknya mendapat pemberitahuan dari salah seorang petugas, bahwa setiap keluarga pasien covid-19, boleh ditemani dan didampingi oleh keluarga.
“Hal tersebut membuat saya sebagai istri almarhum semakin kesal. Jika orang yang terpapar covid-19, di ruangan isolasi boleh dijaga oleh keluarga, tentu pada hari senin saat masuk awal saya tidak pulangkan suami saya dalam kondisi sakit ke rumah. Mungkin kami terus bertahan di ruangan isolasi sejak saat itu. Mungkin saja sampai saat ini suami saya masih bisa tertolong,” ujar Umi Kalsum dengan nada kesal.
Ia mengatakan, setiap pasien yang ada ruangan isolasi dijaga oleh keluarga satu orang, tanpa menggunakan alat pilindung diri. Kemudian masih menurut Umi, yang merawat pasien itu bukan perawat, tetapi keluarga sendiri. Para perawat hanya datang pada saat jam penyuntikan.
“Dari hasil pertemuan dengan pihak rumah sakit, kami baru tahu ternyata petugas yang mengurus jenazah tidak ada yang beragama Islam,” jelasnya.
Umi bahkan menuding pihak Rumah Sakit Umum Daerah Ende melakukan pembohongan dengan mengatakan bahwa jenazah suaminya MNS telah dimandikan.
“Saya mau jujur mengatakan bahwa jika pihak rumah sakit mengatakan bahwa jenazah dimandikan, itu omong kosong banyak. Saya yang melihat dan menyaksikan sendiri peristiwa tersebut. Ketika ditanya kenapa tidak dimandikan, kata petugas sudah dikasi alkohol,” tutur Umi.
Dengan peristiwa yang dialami bersama suami dan keluarganya, ia berharap kepada pihak RSUD Ende, agar pasien-pasien yang lain tidak lagi diperlakukan seperti itu.
Direktris RSUD Ende, Aries Dwi Lestari, belum berhasil dikonfirmasi media ini terkait pengeluhan pihak keluarga.
Diberitakan sebelummya, MNS diketahui berprofesi sebagai pegawai Perusahan Listrik Negara (PLN), Ende. Ia meninggal dunia dengan status pasien probable Covid-19. (KR/AB/KN)