Kota Kupang- Disaat generasi muda seusianya memilih merantau mengadu nasib ke kota demi kerja kantoran, Oktavianus Peku Limu, Pemuda 25 tahun, warga Kabupaten Sumba Barat ini lebih memilih bertahan di kampung halamannya dan menjadi seorang petani.
Zaman sekarang, sangat jarang menemukan anak muda terjun ke tanah berlumpur untuk bertani. Karena profesi petani kerap dianggap tidak bergengsi dan cenderung dipandang rendahan.
Tetapi tidak demikian bagi Oktavianus, meskipun usianya masih mudah dan merupakan lulusan dari Univeraitas ternama di Kota Kupang, ia tidak gengsi pulang kampung dan memilih profesi sebagai seorang petani.
Diatas lahan seluas setengah hektar, Alumi Universitas Nusa Cendana Kupang itu mulai menggarap dan menanam berbagai jenis cabe. Mulai cabe rawit, cabe keriting, hingga tanaman jenis lainnya.
“Selain menanam cabe, kami juga menanam tanaman lainnya seperti seperti mentimun, paria, bayam, dan kacang panjang,” Ujar Oktavianus melalui sambungan Seluler, Kamis (17/12/2020).
Katanya, dalam sekali panen bisa mencapai 88 kg cabe yang kemudian akan didistribusikan ke sejumlah pasar yang berada di Kabupaten Sumba untuk dijual.
“Sekali panen, cabe keriting 50 kg, dan cabe rawit 38 kg. Total sekitar 88 kg. Setelah itu, langsung didistribusi ke pasar Waikabubak, Sumba Barat, dan Sumba Tengah untuk dijual,” Jelasnya
Selain itu, kata Oktavianus, menjadi seorang petani merupakan sebuah profesi yang sangat mulia. Pasalnya, bukan hanya dirinya yang menikmati hasilnya, tetapi ia juga mampu mempekerjakan sebanyak lima orang untuk bantunya memanen.
Mengakhiri perbincangan, Pria kelahiran 1994 ini mengajak semua generasi muda agar tidak malu dan gengsi menjadi petani. Harus bisa melihat peluang usaha untuk perubahan, dan bisa membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain.
“Saya harap kepada semua generasi muda untuk tidak malu berkebun atau menjadi petani. Karena sesuatu yang digeluti pasti akan berhasil,” katanya
Ia juga berharap kepada Pemda setempat untuk lebih memperhatikan dan mengutamakan pengembangan sektor pertanian yang merupakan ujung tombak pendapatan masyarakat.
“Kita harap Pemda bisa memperhatikan. Bila perlu hasil pengembangan di sektor tani dapat diekspor keluar NTT,” Imbuhnya (ek/kn)