Jakarta, KN – Direktur Nusantara Youth Circle, Rahmat Ramli, menyampaikan apresiasinya atas ketegasan Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam menjalankan keputusan sidang Kode Etik Profesi dengan memberikan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) kepada Ipda Rudy Soik, anggota Pama Yanma Polda NTT.
Rahmat menilai langkah tegas yang diambil Kapolda NTT ini patut diapresiasi, karena sesuai dengan hasil keputusan persidangan yang menunjukkan adanya pelanggaran etik dan profesi yang serius.
“Keputusannya sudah tepat,” ujar Rahmat Ramli dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat (25/10).
Keputusan PTDH terhadap Ipda Rudy Soik sempat memicu simpati dari publik setelah sebuah video terkait pemberhentiannya viral di media sosial.
Dalam video tersebut, Rudy mengklaim dirinya dipecat karena memasang garis polisi saat mengungkap kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi.
Namun, Rahmat Ramli menjelaskan bahwa latar belakang pemecatan ini bukan hanya soal kasus tersebut, melainkan ada pelanggaran etik yang lebih serius.
“Publik yang terlanjur bersimpati tidak mengetahui bahwa Rudy Soik memiliki banyak catatan pelanggaran yang sudah tidak bisa ditoleransi,” ungkap Rahmat.
Lebih lanjut, Rahmat menuturkan bahwa pihaknya menerima laporan dari masyarakat yang menyatakan bahwa Rudy Soik pernah ditemukan di tempat hiburan di Kupang pada saat jam dinas, setelah melakukan penertiban BBM ilegal.
“Ada 12 laporan masyarakat terkait kasus ini,” ujar Rahmat.
Alih-alih menjadi korban konspirasi, Rahmat menduga Rudy Soik berhasil memanfaatkan media sosial untuk membangun narasi sebagai pihak yang dikorbankan.
“Dia pintar memanfaatkan media sosial dan berhasil menarik simpati dengan memainkan peran korban,” tuturnya.
Direktur Lembaga Kajian Strategis Polri (Lemkapi), Edi Hasibuan, turut mengomentari keputusan PTDH ini.
Menurut Edi, Polda NTT tidak akan mengambil langkah ini tanpa alasan yang kuat. “Kami berpandangan, Polda NTT berani memberikan putusan ini setelah melalui proses panjang dan menetapkan PTDH,” jelas Edi.
Edi menambahkan, apabila Rudy merasa putusan ini tidak adil, maka langkah yang tepat adalah mengajukan banding sesuai prosedur yang ada. Ipda Rudy Soik sendiri telah mengajukan banding atas sanksi PTDH yang dijatuhkan pada 11 Oktober 2024, sehari setelah persidangan Kode Etik Profesi Polri (KKEP).
Dengan ketegasan Polda NTT, Rahmat Ramli berharap masyarakat lebih memahami alasan sebenarnya di balik pemecatan Rudy Soik.
“Apalagi dengan keterbukaan informasi saat ini, masyarakat akhirnya tahu alasan sebenarnya dan diharapkan makin banyak korban yang berani bersuara,” pungkasnya. (Sumber: Antara)