Jakarta, KN – Empat ahli hukum dari Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta menilai, perkara dugaan korupsi pemanfaatan aset Pemprov NTT 31.670 m2 di kawasan Pantai Pede, Kabupaten Manggarai Barat, NTT tidak memenuhi unsur perbuatan melawan hukum dan penyalagunaan kewenangan.
Hal ini tertuang dalam Amicus Curiae yang dikirim empat ahli hukum tersebut ke Mahkamah Agung (MA). Keempat ahli hukum yang menyusun amicus curiae masing-masing adalah Prof Topo Santoso (UI), Dr. Dian Puji Simatupang (UI), Dr. Hendry Julian Noor (UGM) dan Karina Dwi Nugraha Kurniawati (UGM)
Amicus curiae adalah istilah hukum, yang merujuk saat ada pihak yang merasa berkepentingan memberi masukan kepada pengadilan dalam suatu perkara.
“Keterangan Tertulis Amicus Curiae ini disampaikan dengan harapan dapat memberikan kontribusi dalam menegakkan keadilan dan kepastian hukum. Kami berharap putusan dalam perkara ini tetap menghormati prinsip-prinsip hukum yang berlaku, menjunjung tinggi asas pacta sunt servanda, serta melindungi kebenaran, menjamin keadilan dan kepastian hukum bagi semua pihak,” kata Prof. Topo Santoso dalam keterangan tulis Amicus Curiae, seperti dikutip wartawan, Kamis, 3 Oktober 2024.
Dalam Amicus Curiae tersebut tertuang, persoalan kesalahan administrasi bukanlah bentuk perbuatan melawan hukum pidana berdasarkan Pasal 20 UU Nomor 30 Tahun 2014.
“Meskipun ada ahli hukum yang menyamakan antara melawan hukum dalam hukum pidana dan melawan hukum dalam hukum administrasi atau hukum perdata, namun sesungguhnya berbeda. Perbedaan itu karena melawan hukum dalam hukum pidana lebih sempit pengertiannya, serta dibatasi oleh ajaran legalitas. Dalam hukum pidana tegas ada ajaran bahwa semua tidak pidana itu bersifat melawan hukum. Namun demikian jika melawan hukum menjadi unsur tindak pidana, maka hal ini harus dituangkn dalam dakwaan dan dibuktikan oleh jaksa,” demikian dikutip dari Amicus Curiae tersebut.
Berdasarkan fakta persidangan sebelumnya, telah dinyatakan tidak ada unsur melawan hukum dalam Pasal 2 Ayat (1) dan unsur penyalahgunaan kewenangan dalam Pasal 3 pada perkara tersebut.
Selain tidak memenuhi unsur melawan hukum, perkara ini juga tidak mengandung unsur memperkaya diri sendiri, orang lain atau koorporasi. Unsur merugikan keuangn negara dalam peristiwa tersebut juga tidak terpenuhi.
“Justru daerah memperoleh keuntungan atas naiknya nilai aset tanah yang dimilikinya atas pembangunan yang telah dilakukan, sehingga juga telah memperoleh pendapatan yang sah dari kontribusi yang masuk ke kas daerah dan APBD,” jelasnya.
Hal ini dikuatkan dalam putusan yang ternyata tidak pernah ada kerugian negara yang terjadi dan kontribusi yang dianggap belum dibayarkan telah dinyatakan keliru karena telah ada putusan perdata yang menyatakan Pemprov NTT yang melakukan tuntutan sepihak terkait kenaikan kontribusi yang tidak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.
Atas dasar pendapat itu, para ahli meminta agar investasi swasta pada aset pemerintah tidak dikriminalisasi. Para ahli berpendapat tak ada unsur melawan hukum atau pidana dalam perkara ini.
“Kami berharap putusan dalam perkara ini tetap menghormati prinsip-prinsip hukum yang berlaku, menjunjung tinggi asas pacta sunt servanda, serta melindungi kebenaran, menjamin keadilan dan kepastian hukum bagi semua pihak,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Kupang memvonis bebas empat terdakwa kasus dugaan korupsi pemanfaatan aset Pemprov NTT 31.670 m2 di kawasan Pantai Pede, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, Rabu, 3 April 2024.
Keempat terdakwa terrsebut yakni Kabid Pemanfaatan Aset/Pengguna Barang Provinsi NTT Thelma Debora Sonya Bana, Direktur PT Sarana Investama Manggabar dan Direktur Sarana Wisata Internusa, Heri Pranyoto, Lydia Chrisanty Sunaryo dan seorang investor bernama Bahasili Papan.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan dakwaan primair Pasal 2 Ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Pemberantasan Tipikor) yang didakwakan jaksa penutut umum (JPU) adalah tidak terbukti. Begitu pula dakwaan subsidair Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor. (*/ab)