Gereja Turun Tangan Atasi Masalah Stunting di Kota Kupang

Gereja sebagai lembaga keagamaan memiliki peran penting, dalam pengembangan spiritualitas maupun ekonomi umat beragama.

Pdt. Samuel Pandie mewakili Majelis Klasis Kota Kupang Timur menerima penghargaan dari pemerintah Kota Kupang, sebagai salah satu Orang Tua Asuh dari Anak/Balita Stunting, karena berhasil membantu pemerintah menurunkan angka Stunting di Kota Kupang. (Foto: Ama Beding)

Kupang, KN – Persoalan Stunting di NTT dan di Kota Kupang pada khususnya, menarik perhatian banyak pihak untuk turun tangan membantu pemerintah.

Salah satunya adalah gereja, sebagai lembaga keagamaan yang memiliki peran penting, dalam pengembangan spiritualitas maupun ekonomi umat beragama.

Aksi mengatasi masalah Stunting ini dilakukan oleh Majelis Klasis Kota Kupang Timur, yang secara rutin mengunjungi dan memberikan asupan makanan bergizi untuk balita yang menderita Stunting.

Ketua Majelis Klasis Kota Kupang Timur, Pdt. Samuel Pandie mengatakan masalah Stunting adalah masalah kemanusiaan, karena itu, Gereja tidak bisa membiarkan pemerintah berjalan sendiri.

“Ini ancaman bagi generasi kita dan juga generasi Gereja. Karena data-data yang dimiliki oleh pihak Puskesmas maupun Pemerintah itu, penyumbang 80% Stunting itu justru di gereja-gereja GMIT,” ujar Pdt. Samuel Pandie kepada wartawan di Kupang, Selasa 4 April 2023.

Karena itu, pihaknya melalui kegiatan Paskah Bahari telah mengaggas dan memutuskan melalui Sidang Majelis Klasis ke-5 di GMIT Efata, untuk melaksanakan pelatihan terhadap pencegahan dan penanganan Stunting.

Pdt. Samuel Pandie menjelaskan, Stunting bukan hanya terjadi pada keluarga miskin, tapi juga menyerang anak-anak dari keluarga mampu. Sehingga pihaknya terus bekerja sama dengan Puskesmas untuk memberikan edukasi dan pemahaman tentang makanan bergizi, yang harus diberikan kepada anak-anak.

“Kita juga menyiapkan dana untuk pemberian makanan tambahan selama 3 bulan. Kita bersyukur kita baru menangani dua minggu, itu sudah ada  angka penurunan dari 518 anak itu ada penurunan 50%,” katanya.

Ia meyakini bahwa Stunting tidak akan selesai, tapi selama kepedulian dan perhatian terhadap generasi, maka tindakan sekecil apapun, bisa menolong anak-anak untuk keluar dari masalah Stunting.

Atas kerja kerasnya, pihak Majelis Klasis Kota Kupang Timur diberikan penghargaan oleh pemerintah Kota Kupang, sebagai salah satu Orang Tua Asuh dari Anak/Balita Stunting, yang berhasil membantu pemerintah menurunkan angka Stunting di Kota Kupang.

BACA JUGA:  Aplikasi E-Voucher Si-Hebat, Cara Cerdas Pemkot Kupang Hemat Anggaran BBM

“Kami kaget juga karena terima penghargaan. Kami dapat informasi bahwa penghargaan ini berkat kerjasama Unicef dengan Pemerintah Kota Kupang dan kita menjadi satu-satunya Gereja yang memberi perhatian terhadap stunting,” tegasnya.

Pdt. Samuel menambahkan, penghargaan ini makin membuat Gereja untuk harus bekerja lebih keras, karena penghargaan ini pengakuan dunia.

“Tapi Tuhan melihat, jangan-jangan kita ini hanya hanya sekedar jadi program dan sensasi saja. Jadi dengan penghargaan ini memicu kami untuk menunjukkan perhatian Gereja lebih besar. Kami apresiasi semua penghargaan, tapi justru dari kami, penghargaan yang tertinggi itu dari Tuhan,” sebutnya.

Sementara itu, Penjabat Wali Kota Kupang George Hadjoh menyampaikan, piagam penghargaan tersebut merupakan bentuk kehormatan kepada semua pihak yang memberikan jiwa dan hati untuk penanganan Stunting.

Ia mengajak semua pihak baik itu ASN, swasta dan perbankan untuk bekerja sama dan berkolaborasi, guna menangani Stunting di Kota Kupang.

“Pemerintah tidak bisa kerja sendiri. Pemerintah membutuhkan gereja, dan semua stakeholders yang ada di Kota Kupang untuk bergerak. Satu tahun saja Stunting bisa beres, apalagi kita memberikan diri kita secara total untuk kerja Stunting, pasti bisa selesai,” tegasnya.

Kepala Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi NTT Ruth D. Laiskodat dalam sambutannya mengatakan, angka Stunting di Provinsi NTT selalu dievaluasi setiap tahun.

Pada Agustus 2022 angka Stunting di NTT berada di angka 17,7%. Artinya NTT bukan daerah yang paling banyak memiliki balita penderita Stunting dari 34 Provinsi di Indonesia.

Kemudian pada bulan Februari 2023, angka Stunting turun ke 15,7%, yang artinya ada penurunan sekitar 10.000 anak penderita Stunting.

“Belum menjadi kebanggaan, karena masih begitu banyak anak-anak kita yang Stunting,” ujar Ruth Laiskodat.

Ia mendorong semua pihak untuk terlibat aktif menekan angka Stunting, shingga pada tahun 2023 target 12% sesuai arahan Presiden Jokowi bisa tercapai. (*)