Kupang, KN – Forum Academia NTT (FAN) mempertanyakan laboratorium beserta seluruh fasilitas kesehatan milik Pemerintah Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, yang hingga sekarang tidak difungsikan secara baik demi melayani masyarakat di tengah situasi pandemi COVID-19.
Perwakilan FAN, Elcid Dominggus Li, menegaskan, pihaknya telah berinisiatif meminta bantuan dari Badan Nasional Penaggulangan Bencana (BNPB) pusat untuk mendatangkan fasilitas kesehatan untuk melayani masyarakat.
“Pada tahun 2020, kami minta Pemkot Kupang untuk dirikan sebuah laboratorium. Dan kami minta BNPB untuk turunkan alat-alatnya. Sekarang alatnya sudah ada, tetapi kenapa hingga hari ini tidak berfungsi,” tegas Elcid dalam RDP bersama DPRD NTT di Ruang Kelimutu, Jumat 27 Agustus 2021.
Elcid mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan sikap Pemerintah Kota Kupang yang terkesan cuek untuk membiarkan laboratorium beserta seluruh fasilitas tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
“Jadi kalau Dinas Kesehatan Kota Kupang ingin cek kemampuan kami, tolong intropeksi diri dulu. Kenapa laboratorium yang dipercayakan kepada anda tidak gunakan,” terang Elcid Li.
Dia menjelaskan, keputusan Dinas Kesehatan Kota Kupang untuk menutup sementara operasional laboratorium biomolekur kesehatan masyarakat NTT sangat tidak tepat, jika dilakukan ditengah masa pandemi COVID-19.
“Karena tidak mungkin bagi masyarakat yang tidak mampu melakukan tes PCR dengan harga yang sangat mahal. Dimanakah hati nurani Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang,” tegasnya.
Ia menuturkan, bentuk administrasi model apapun tidak boleh dipersulit dengan motif politik, ekonomi, maupun motif lainnya. Karena di era kedaruratan adalah vital, jika menutup atau mengganggu kerja kemanusiaan saat masa pandemi COVID-19.
“Kita kerja untuk kemanusiaan tetapi di kriminalisasi oleh surat Dinas Kesehatan Kota Kupang, yang sekarang menjadi acuan dari Polres Kupang Kota. Sehingga kami minta perhatian dari Ketua Komisi V DPRD NTT,” terangnya.
Surat Dinas Kesehatan Kota Kupang, kata Elcid, tidak ada tembusan kepada Litbankes. Setelah mengeluarkan surat keputusan penutupan Laboratorium, Dinas Kesehatan Kota Kupang beru melakukan koordinasi dengan BBTKL Surabaya, yang merupakan lembaga pelaksana validasi proses pemeriksaan sampel secara keseluruhan.
“Ini administrasi negara model apa? Kami minta Pemkot Kupang bertanggung jawab, karena dari 15 ribu sampel yang kami periksa, 10 ribu di antaranya adalah sampel dari warga Kota Kupang,” ucap Elcid di hadapan pimpinan dan anggota Komisi V DPRD NTT.
Elcid menyebut, dirinya merasa aneh dengan kebijakan Dinkes Kota Kupang yang melayangkan surat keputusan terkait penutupan laboratorium biomolekur kesehatan masyarakat NTT, dengan alasan tidak memiliki dokter patologi klinik, karena telah mengundurkan diri.
“Surat masuk tanggal 12 Agustus, tetapi Dinkes Kota Kupang masih mengirim sampel hingga tanggal 19 Agustus 2021, untuk diperiksa di laboratorium biokesmas NTT,” terang Elcid.
Dia bahkan menegaskan bahwa, sebagai pijakan laboratorium, pihaknya sama sekali tidak melakukan pemeriksaan terhadap pasien. Hanya memeriksa sampel untuk memastikan hasil PCR positif atau negatif.
“Jadi kalau mau adil, bisa cek ke UPTD Laboratorium Provinsi NTT dan RS Angkatan Laut. Apakah ada dokter patologi klinik di sana. Ini kalau mau fair. Sehingga rasa keadilan masyarakat benar-benar ditegakan,” harapnya.
Dia menambahkan, jika laboratotium ingin diambil alih, silahkan. Tetapi operasional laboratorum tetap berjalan, dengan dua metode yang digunakan. Yakni metode Poll Test, dan pelayanan tidak dihentikan.
“Jika tidak diambil alih, kenapa namanya harus diganti? Kami FAN yang menggagas tidak meminta nama apa-apa. Karena kami tidak peduli dengan nama. Hanya tolong perhatikan masyarakat kita,” tandasnya.
Sementara Ketua Komisi V DPRD NTT, Yunus Takandewa mengapresiasi inisiatif FAN dan Undana serta Pemprov NTT yang mengagas dan menghadirkan Laboratorium Biomolekuler Kssehatan Masyarakat di RS Undana Kupang.
“Kita apresiasi inisiatif baik dari FAN dan pemerintah provinsi NTT serta Undana. Harapan kita dan rakyat NTT agar lab tersebut harus segera beroperasi kembali untuk melayani masyarakat,” tandasnya.
Kadis Kesehatan Kota Kupang Tidak Hadir
Dalam RDP tersebut, anggota DPRD NTT, Ana Kolin menegaskan, dirinya sangat menyayangkan sikap Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang, dr. Retnowati yang tidak menghadiri RDP, dan diwakili dr. Trio, yang merupakan Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Kota Kupang.
“Di sini kita mau cari jalan keluar terhadap situasi yang dialami laboratorium dan pihak Undana Kupang. Saya mau bertanya, Kadis Kesehatan ada tidak? Karena ini menyangkut tanda tangan pemberhentian sementara operasional laboratorium Biokesmas,” tegas Ana Kolin.
Dia menuturkan, Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang harusnya tidak diwakili dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP). Karena, Rektor Undana, Prof. Frederik Benu, perwakilan FAN, Elcid Li, dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT, dr. Mese Ataupah turut hadir dalam pertemuan, sehingga Kadinkes Kota Kupang wajib hadir untuk bertanggung jawab.
“Saya tidak mau dia diwakili. Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang harus dihadirkan di ruangan ini. Karena dia harus bertanggung jawab atas surat itu,” pinta Ana Kolin dengan nada tegas.
Dia menambahkan, jika ingin berbicara tentang kepentingan masyarakat umum, tidak harus dilakukan dengan cara seperti itu. Sehingga, dirinya meminta dr. Trio sebagai perwakilan Dinkes Kota Kupang untuk menjelaskan secara detail alasan dr. Retnowati tidak menghadiri RDP.
“Harap dijelaskan secara detail kenapa Kadisnya tidak ada. Ini semua orang hadir loh. Kita juga dihadirkan. Jadi mohon dijelaskan secara detail kenapa dia tidak hadir. Karena saya sudah dengar ulang-ulang tentang Kadis Kesehatan ini,” pungkasnya.
Sementara dr. Trio, yang mewakili Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang, mengatakan, Kadis Kesehatan Kota Kupang sedang berada di Surabaya untuk berkonsultasi dengan Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan, untuk mencari solusi terhadap masalah yang sedang dihadapi.
“Sedikit kami sampaikan, ibu Kadis Kesehatan Kota Kupang sedang berkonsultasi dengan Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan di Surabaya, sebagai bentuk tindak lanjut dari permasalahan ini, agar bisa diselesaikan dengan baik,” tandasnya. (*)
(*)