Kupang, KN – Langkah Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Emanuel Melkiades Laka Lena, yang memboyong kepala daerah dari NTT bertemu sejumlah menteri dan kepala lembaga, di Jakarta diapresiasi kalangan akademisi.
Menurut Pengamat Politik Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikhael Radjamuda Bataona, langkah Gubernur NTT, Melki Laka Lena yang membawa para bupati se-NTT bertemu Menteri dan Kepala Lembaga di Jakarta sebagai gebrakan politik baru dalam tata kelola pemerintahan daerah.
Mikhael menyebut, langkah tersebut sebagai strategi “jemput bola” untuk memastikan aliran anggaran pusat dapat mengalir ke NTT melalui berbagai kementerian dan lembaga.
“Ini merupakan terobosan politik baru. Gubernur Melki tampaknya ingin menyelaraskan program Pemerintah Pusat dengan program Pemerintah Provinsi NTT dan pemerintah daerah. Selain itu, langkah ini bertujuan menangkap rembesan besar anggaran pusat dari program utama Asta Cita Presiden Prabowo,” kata Mikhael Radjamuda Bataona seperti dilansir dari VN, Kamis (20/3/2025).
Menurut Mikhael, hampir 70 persen anggaran pembangunan nasional masih berada di Pemerintah Pusat, sementara hanya sekitar 29 persen yang dialokasikan ke daerah melalui Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Desa.
Dengan keterbatasan fiskal di NTT, termasuk adanya beban cicilan utang dari dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di semua kabupaten/kota, langkah Gubernur Melki dinilai sebagai cara efektif untuk mengatasi kesulitan anggaran di daerah.
“Gubernur Melki tentu memahami keterbatasan fiskal NTT. Karena itu, satu-satunya cara untuk mendorong pembangunan adalah menarik sebanyak mungkin program dan anggaran dari pusat. Jika tidak, kepemimpinan Gubernur dan para bupati di periode ini akan menghadapi tantangan besar karena sebagian besar kabupaten di NTT mengalami tekanan fiskal yang berat,” jelasnya.
Mikhael juga menilai langkah ini sebagai upaya konsolidasi politik antara Gubernur Melki dan para bupati/wali kota di NTT.
Dukungan dari para bupati sangat penting karena hampir semua program pembangunan dilaksanakan di tingkat kabupaten/kota, yang berada di bawah otoritas para bupati sebagai pemimpin wilayah otonomi.
“Langkah ini juga bisa dibaca sebagai ajang konsolidasi politik. Gubernur perlu memastikan bahwa dirinya dan para bupati berada dalam satu nafas, satu tujuan, dan satu komando untuk memajukan NTT. Tanpa dukungan para bupati, kepemimpinan Gubernur tidak akan berjalan efektif,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya tim birokrasi yang solid dan profesional di bawah kepemimpinan Gubernur Melki.
Jika birokrasi, terutama pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), tidak memahami visi besar Gubernur Melki dan Wakil Gubernur Jhoni, maka terobosan ini berisiko tidak berjalan maksimal.
“Tantangan ke depan adalah memastikan tim birokrasi Gubernur mampu bergerak cepat menangkap peluang anggaran dari kementerian dan lembaga. Pada tingkat teknis dan pelaksanaan program, tanggung jawab utama berada di tangan pimpinan OPD, bukan lagi di level Gubernur sebagai pemimpin tertinggi,” tandasnya. (*/ab)