Kupang, KN – Aktivis anti korupsi Agus Satria dan Ketua Forum Pemuda NTT mendesak jaksa segera mengusut dugaan korupsi, pengadaan Kapal Pinishi milik pemerintah Provinsi Jawa Barat di Labuan Bajo.
Aktivis anti korupsi Agus Satria mengatakan, pihaknya menduga bahwa pengoperasian Kapal Pinishi Leticia milik Pemprov Jawa Barat di Labuan Bajo sarat korupsi.
Menurutnya, pihaknya akan turun gunung dan melaporkan kasus dugaan korupsi ini kepada aparat penegak hukum.
Namun ia juga terus mendesak, agar Kejaksaan Tinggi NTT dan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat perlu mengusut tuntas kasus dugaan korupsi tersebut.
“Kami akan laporkan kasus dugaan korupsi ini ke APH,” ujar Agus kepada Korannttcom, Jumat 29 September 2023.
Ia menjelaskan, dugaan korupsi ini muncul pasca Pemprov Jawa Barat mengucurkan dana investasi hingga Rp10 miliar lewat BUMD PT. Jaswita Bumi Persada untuk membidik wisata Labuan Bajo, NTT.
Dana ini digunakan untuk membeli kapal Kapal Pinishi Leticia guna beroperasi menunjang pariwisata Labuan Bajo. Di samping itu, pemerintah Jawa Barat mengklaim bisa memperoleh keuntungan besar dari investasi ini.
Namun nilai investasi yang cukup besar ini tidak memilki dampak signifikan terhadap penerimaan daerah. Belum lagi pengelolaannya yang tidak jelas sampai hari ini.
“Bagaimanapun uang yang diinvestasikan di Labuan Bajo, tidak lain uang yang bersumber dari masyarakat Jawa Barat, maka kami menuntut pemerintah untuk bertanggung jawab, dan kami pun menuntut kejaksaan segera melakukan penyelidikan demi penyelamatan uang masyarakat yang dimaksud,” tandas Agus.
Ketua Forum Pemuda NTT Agustinus Budi Utomo Gilo Roma mengatakan, pemerintah sebaiknya melarang kapal pinisi tersebut untuk beroperasi di Labuan Bajo, jika tidak punya dampak ke kas daerah NTT.
“Kalau tidak jelas bagi pendapatan daerah, saya pikir pemerintah NTT perlu secara tegas harus melarang, banyak pengusaha kecil di labuan bajo yang juga memiliki usaha yang sama, justru itu kita perlu prioritaskan,” kata Agustinus kepada media belum lama ini.
Ia mendesak pihak APH untuk segera memanggil, dan menanyakan perihal pengoperasian kapal pinisi senilai Rp10 Milar tersebut.
Hal ini karena perusahaan yang mengoperasikan kapal pinisi tersebut, tidak ada di NTT. “Jika benar demikian, maka panggil perusahaan tersebut dan tanyakan kebenaran informasinya,” jelasnya.
Hal ini disampaikan Agustinus, karena menurutnya, pembangunan pariwisata di NTT harus berdampak pada banyak orang.
“Pariwisata itu untuk menghidupi, bukan untuk memperkaya orang tertentu atau perusahaan tertentu,” tegasnya. (*)