Kupang, KN – Posisi Gubernur NTT sebagai Pemegang Saham Pengendali (PSP) di PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) Nusa Tenggara Timur (NTT) akhir-akhir ini ramai diperbincangkan.
Salah satu hakim anggota dalam sidang gugatan Izhak Eduard Rihi terhadap pemegang saham Bank NTT bahkan menyebut Gubernur bukan PSP.
Pernyataan hakim ini kemudian menjadi polemik, dan dikomentari oleh sejumlah prakitisi hukum yang juga menilai Gubernur NTT bukan PSP pada Bank NTT.
Menanggapi hal ini, Apolos Djara Bonga, SH selaku Kuasa Hukum pemegang saham Bank NTT angkat bicara. Apolos yang juga adalah Sekjen DPP KAI ini menegaskan, Gubernur sebagai PSP diatur melalui aturan hukum yang sah, bukan mengada-ada.
Ia menjelaskan, ketentuan tentang Pemegang Saham Pengendali (PSP), diatur dalam Pasal 1 ayat (11), Peraturan bank Indonesia Nomor 11/1/PBI/2009 tentang Bank Umum yaitu pertama, Pemegang Saham Pengendali yang selanjutnya disebut dengan PSP adalah badan hukum, orang perseorangan dan/atau kelompok usaha yang pertama, memiliki saham perusahaan atau Bank sebesar 25% atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara.
Sementara pasal berikutnya menyebut PSP memiliki saham perusahaan atau Bank kurang dari 25% dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara, namun yang bersangkutan dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian perusahaan atau Bank, baik secara langsung maupun tidak langsung.
“Aturan itu, kini telah dicabut dan diganti dengan POJK Pasal 1 ayat (21), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum,” ujar Apolos kepada wartawan, Jumat 1 September 2023.
Apolos menuturkan aturan POJK Pasal 1 ayat (21), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.03/2021 menyebut, Pemegang Saham Pengendali yang selanjutnya disingkat PSP adalah badan hukum, orang perseorangan, dan/atau kelompok usaha yang memiliki saham perusahaan atau Bank BHI sebesar 25% atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara, atau memiliki saham perusahaan atau Bank BHI kurang dari 25% dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara namun yang bersangkutan dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian perusahaan atau Bank BHI, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dengan demikian, maka posisi pemerintah Provinsi NTT dalam hal ini Gubernur NTT yang memiliki saham 31%, sangat layak disebut PSP.
Apolos dengan tegas meminta hakim agar tidak boleh mengeluarkan pernyataan yang apriori atau pernyataan yang seolah-olah memberikan kesimpulan.
“Saya menjaga kondisi sidang agar lebih berwibawah. Namun sebenarnya hakim tidak diperkenankan memberikan pernyataan yang tidak bersifat netral,” tegas Apolos.
Ke depan, Apolos berharap agar hakim dalam memimpin sidang harus menjaga kode etik, agar sidang bisa berjalan adil bagi pihak penggugat maupun tergugat. (*)