Kupang, KN – Dekranasda Provinsi Nusa Tenggara Timur mendukung penyandang disabilitas di Kota Kupang dengan membuka peluang kemandirian ekonomi melalui wirausaha.
Salah satu penyandang disabilitas di Kota Kupang, yang mendapat kesempatan berharga dari Ketua Dekranasda NTT, Julie Sutrisno Laiskodat untuk membuka kedai kopi adalah Mario Lado.
Mario Lado adalah penyandang tuli dan merupakan salah satu kaum milenial pencinta Kopi yang mendaftarkan diri sebagai peserta pelatihan.
Dia memiliki tekat yang kuat untuk menjadi pengusaha dan ingin membuka kedai Kopi untuk memberdayakan kaum disabilitas, meski memiliki berbagai keterbatasan.
Niat mulia Mario direspons dengan sangat baik oleh Bunda Julie, dan Mario langsung diutus ke Bandung untuk mengikuti pelatihan selama dua minggu.
Di sana, Mario Lado mulai belajar menjadi pengusaha Kopi, guna mendapat sertifikasi.
“Sekarang mereka sudah tersertifikasi, dan Mario harus diekspos, karena memiliki kelebihan untuk memotivasi anak muda lain di NTT. Kita harap semangat Mario ini bisa melahirkan Mario lainnya di luar sana,” kata Bunda Julie kepada wartawan, Jumat 21 Januari 2022.
Bunda Julie menambahkan, Kopi merupakan produk lokal NTT yang dapat menunjang program pariwisata dari Pemerintah Provinsi NTT. Menurutnya, dari 22 Kabupaten/Kota, NTT memiliki 12 Kabupaten penghasil kopi.
“Sehingga ketika wisatawan datang, mereka bisa lebih mengenal kopi kita yang ada di NTT. Termasuk ibu Maruf Amin sudah sampai ke laboratorium kopi di Dekranasda untuk lebih mengenal kopi NTT,” tandasnya.
Juru Bicara Isyarat (JBI), Ike Mauboy, mengatakan, Mario memang memiliki rencana untuk membuka kafe, karena impiannya adalah mempekerjakan kaum disabilitas di kedai kopi yang akan dibukanya.
Menurut Ike, sebagian kaum disabilitas di Kota Kupang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang tergololong rendah, sehingga sulit untuk mendapatkan pekerjaan.
“Karena mereka tidak kuliah. Mungkin ada dua atau tiga orang yang kuliah. Sehingga Mario mau agar kaumnya yang tuli ini bisa memiliki usaha sendiri, karena banyak yang belum kerja,” jelasnya.
Mario merupakan kaum disabilitas yang kurang mendapatkan perhatian dan dukungan dari orang tuanya.
Sehingga, ketika berlibur ke NTT, ia memilih untuk tinggal Kupang, karena melihat banyak kaumnya yang tidak berani tampil di publik.
“Sehingga dia putuskan tetap di Kupang, dan mau mengangkat potensi dari para kaum tuli. Dia juga membentuk komunitas tuli di Kota Kupang, yang hingga sekarang keanggotaanya sudah 70 orang,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Mario sendiri merupakan seorang sarjana desain grafis, dan sekarang mengabdi sebagai guru di SLB Efata dan SLB di Naibonat, Kabupaten Kupang. (*)