Opini  

Alternatif Demokratisasi di Tengah Pandemi Dalam Pemilihan Kepala Desa Secara Digital

Rizky Wilyano Lanang Atamukin

Oleh:
Rizky Wilyano Lanang Atamukin
NIM: 41118054
(Mahasiswa Semester VI – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik – Ilmu Pemerintahan – UNWIRA KKN-PPM 2021)

Pemilihan umum pada substansinya adalah merupakan wadah demokrasi untuk mendapatkan seseorang pemimpin (eksekutif) dan wakil rakyat (legislatif) untuk menduduki jabatan tertentu. Kehadiran seorang pemimpin dan wakil rakyat dari proses pemilihan umum diharapkan mampu mengisi posisi dan membawa perubahan kesejateraan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Pemilu sebagai suatu proses yang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk memilih orang-orang menduduki jabatan-jabatan politik tertentu baik di bidang kekuasaan legislatif maupun di bidang kekuasaan eksekutif. Pemilu ini dilakukan mulai dari tingkat pusat (Presiden), daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota), hingga Desa (Kepala Desa).  

Pemilihan kepala desa merupakan salah satu bentuk pesta demokrasi yang begitu merakyat. Pemilu tingkat desa ini merupakan ajang kompetisi politik sekaligus ajang  pembelajaran politik bagi masyarakat. Pada moment ini, masyarakat yang akan menentukan siapa pemimpin desanya selama 6 tahun ke depan. Oleh karena itu, perlu ketelitian dari tiap pemilih dalam menilai calon pemimpin yang akan dipilihnya tersebut. Namun Pemilihan Kepala Desa (PILKADES) terasa lebih spesifik dari pada pemilu-pemilu di atasnya yaitu, adanya kedekatan dan keterkaitan secara langsung antara pemilih dan para kandidat Kepala Desa. Pada kenyataannya, suhu politik PILKADES sering kali terasa lebih “panas” dari pada saat pemilu pemilu yang lain pada ranah suprastruktur. Walaupun demikian pemilihan kepala desa tetap mengacu pada Peraturan Menteri No. 72 Tahun 2020 tentang perubahan kedua atas peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 tentang pemilihan Kepala Desa, diamanatkan tahap-tahap pemilihan kepala desa sebagai berikut:

Pertama, Pelaksanaan tahapan pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dalam kondisi bencana non-alam Corona Virus Disease 2019 dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan. Kedua, Protokol kesehatan untuk tahap persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, dikhususkan dalam pembentukan panitia pemilihan Kepala Desa oleh Badan Permusyawaratan Desa. Ketiga, Tahap pencalonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b yang meliputi kegiatan pendaftaran, pengambilan nomor urut dan Kampanye wajib dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan. Keempat, Penerapan protokol kesehatan untuk tahap pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c.

Adapun dengan mekanisme meliputi: a) Melakukan identifikasi kondisi kesehatan terhadap daftar pemilih tetap yang berdomisili dan beraktifitas di luar Desa. b) Tersedianya pembatas transparan pada meja panitia pemilihan Kepala Desa untuk menghindari terjadi kontak langsung antara panitia dengan pemilih. c) Menetapkan waktu pemungutan suara disesuaikan dengan jumlah pemilih, jika pemilih tidak hadir sesuai waktu yang telah ditentukan tetap dapat memberikan hak pilih di akhir waktu pemungutan suara. d) Pemungutan suara wajib mempertimbangkan kondisi demografi desa, zona penyebaran Corona Virus Disease 2019 serta penyusunan tata letak tempat duduk dengan memperhatikan penerapan jaga jarak. Dan e) Bagi pemilih yang sudah melakukan hak pilih diberikan tinta dengan menggunakan alat tetes.

Kelima, Calon Kepala Desa, panitia pemilihan, pendukung dan unsur lain yang melanggar protokol kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A sampai dengan Pasal 44D dikenai sanksi. Keenam, Bupati/wali kota selaku ketua satuan tugas penanganan Corona Virus Disease 2019 kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi dari panitia pemilihan di kabupaten/kota dapat menunda pelaksanaan pemilihan Kepala Desa jika situasi penanganan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019 tidak dapat dikendalikan. Dan Ketujuh, Bupati/walikota melaporkan pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa kepada gubernur dan Menteri Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa.

BACA JUGA:  Pancasila Dalam Kazana Mutukultralisme

Seluruh tahapan di atas, menghendaki pemilihan kepala desa (PILKADES) di masa pandemi covid-19 ini harus tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat dalam setiap tahapan PILKADES.             Dalam PILKADES, masyarakat pemilih dengan perilaku memilihnya sangat menentukan kemenangan seorang calon. Penentuan keputusan memilih oleh pemilih sangat dipengaruhi pengenalan atau sosialisasi calon-calon pemimpin. Kini di era demokrasi-digital ini pengenalan atau sosialisasi kandidat kepala desa adalah mutlak. Hal ini dikarenakan Para bakal calon akan diukur komitmennya oleh masyarakat yang akan memilih. Namun demikian sosialisasi program atau visi-misi sering kali tidak dijadikan sebagai media kampanye atau pendidikan politik yang baik, namum kedekatan pribadi, sering kali dipakai oleh masyarakat untuk menentukan pilihannya. Setiap calon kepala desa tentu saja akan melewati tahap-tahap PILKADES yang termuat  Peraturan Menteri No. 72 Tahun 2020 tentang perubahan kedua atas peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 tentang pemilihan Kepala Desa. Regulasi ini, sangat kondusif dilaksanakan pada level pembatasan yang rendah (PPKM Level 1-3), namun pada masa PPKM Level 4 dan seterusnya dan era digitalisasi ini, penerapan regulasi ini secara offline menjadi sulit. Maka suksesi PILKADES dengan dilakukan secara online atau digital menjadi suatu keniscayaan.

Berkaca pada kondisi negara kita yang sedang dilanda pandemi Covid-19, merupakan hal yang sulit apabila dilakukan kegiatan menggumpulkan banyak masa, termasuk salah satunya yakni PILKADES. Selama ini, pemilihan kepala desa diselenggarakan dengan cara konvensional atau dengan cara mencoblos, namun perkembangan teknologi informasi saat ini telah membawa perubahan yang besar bagi manusia, termasuk cara untuk melaksanakan pemilihan kepala desa/PILKADES. Penggunaan teknologi akan membantu pelaksanaan pemilihan kepala desa secara virtual. Hal yang saya maksud disini adalah pemilihan kepala desa menggunakan form virtual yang dikenal dengan istilah Google Form. Google form adalah perangkat lunak administrasi survei yang disertakan sebagai bagian dari rangkaian penyunting google dokumen berbasis web gratis yang ditawarkan oleh google. Google form ini dapat atau akan menjadi pilihan dalam pemilu khususnya PILKADES di masa mendatang dikarenakan Covid-19 masih merajalela sehingga kita masih belum bisa melakukan kegiatan secara langsung seperti sebelumnya.  

Kali ini dalam program KKN-PPM kampus UNWIRA Kupang pada 20 Juli hingga 20 Agustus 2021 dan penulis sebagai salah satu pesertanya memilih untuk melakukan sosialisasi terkait pemilihan kepala desa/PILKADES berbasis google form ini kepada masyarakat desa Baumata Barat pada tanggal 11, 13, dan 15 Agustus 2021. Dalam pelaksanaan terdapat keterbatasan kegiatan sosialisasi ini karena masyarakat desa Baumata Barat yang memiliki hak memilih tidak semua ikut berpartisipasi. Banyak masyarakat yang pergi bekerja (berkebun) dan juga ada masyarakat yang tidak memiliki Handphone android untuk bergabung dalam sosialisasi via zoom meeting. Tetapi penulis ingin memberi rekomendasi kedepannya agar pemerintah desa sebagai garda terdepan pemberdayaan desa perlu mulai mengedukasi dan memfasilitasi masyarakat desa agar mampu beradaptasi dalam era digitalisasi karena sudah merupakan tuntutan zaman. Termasuk pula praktek partisipasi masyarakat dalam suksesi demokrasi PILKADES secara digital dilihat sebagai suatu terobosan dalam menjamin kelangsungan hak demokrasi dari warga masyarakat desa di tengah situasi pandemi ini.  (*)