Kanisius Teobaldus Deki
Dosen STIE Karya, Peneliti Lembaga Nusa Bunga Mandiri
Pada 24 Mei 2017, Presiden Indonesia, Joko Widodo mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Kelahiran Undang-undang ini tentu menimbulkan pertanyaan: Mengapa Pemajuan? Apa yang ingin dimajukan dalam kebudayaan? Pertanyaan-pertanyaan ini terjawab, setidaknya dari reasoning Undang-undang ini yang terungkap dalam konsiderans menimbangnya: “menjadikan kebudayaan sebagai investasi untuk membangun masa depan dan peradaban bangsa demi terwujudnya tujuan nasional sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Di sisi lain, Undang-undang ini lahir dari kesadaran bahwa “keberagaman kebudayaan daerah merupakan kekayaan dan identitas bangsa yang sangat diperlukan untuk memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia di tengah dinamika perkembangan dunia”. Fakta keberagaman ini merupakan kesadaran hakiki yang terakui sejak republik ini dibentuk melalui konsepsi Pancasila dengan Bhineka Tunggal Ikanya. Data BPS tahun 2010, di Indonesia terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau 1.340 suku bangsa. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2020 memperlihatkan terdapat 718 bahasa ibu di Indonesia.
Apa tujuan dari kelahiran Undang-undang ini? Sebagai sebuah kebijakan, tercipta niat yang besar untuk memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia di tengah percaturan kebudayaan global. Karena itu Undang-undang ini menyadari bahwa “diperlukan langkah strategis berupa upaya Pemajuan Kebudayaan melalui Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan”.
Dewan Kebudayaan Manggarai
Kesadaran akan pembangunan peradaban juga menjalari semua daerah di Indonesia, tak ketinggalan Manggarai. Kendati terpaut beberapa tahun setelah terbitnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017, masyarakat Manggarai bersama Pemerintah Daerahnya belum terlambat untuk bergerak. Belajar pada Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang telah lebih dahulu membangun Dewan Kebudayaan, Manggarai bergeliat untuk mengemas niat luhur ini dalam sebuah wadah yang diberi nama Dewan Kebudayaan Manggarai (DKM). DKM diinisiasi kelahirannya pada Mei 2021 oleh Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata bersama perguruan tinggi, LSM, tokoh budaya, akademisi dan pelaku kesenian di Manggarai.
Roh yang mendorongnya adalah adanya niat suci agar kebudayaan Manggarai dengan segala kekayaannya tidak punah digerus oleh produk kebudayaan mondial melalui mesin globalisasi di segala sektor kehidupan. Karena itu, pemajuan mengandaikan adanya komitmen untuk memanfaatkan, melindungi, mengembangkan dan pembinaan berkelanjutan. Kata-kata kunci (key words) menjadi pedoman arah bagi implementasi program berbasis klasifikasi unsur-unsur kebudayaan, sebagaimana secara umum diterima: bidang bahasa, system pengetahuan, organisasi social, system peralatan hidup dan teknologi, system mata pencaharian hidup, system religi dan kesenian.
Luasnya cakupan kebudayaan tentu menjadi kesulitan tersendiri dalam implementasi kerja Dewan Kebudayaan ini. Dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) fokus pembidangan menjadi simpul penting untuk menegaskan kerja-kerja strategisnya. Itulah sebabnya terdapat 8 bidang yang akan diseriusi melalui komite-komite kerja, yaitu: Komite Literasi, Bahasa, Sastra dan Tradisi Lisan, Komite Manuskrip, Adat Istiadat dan Ritus, Komite Pengetahuan dan Teknologi, Permaianan dan Olah Raga Tradisional, Komite Kesejahteraan, Heritage, dan Kepariwisataan, Komisi Seni Tari Tradisional dan Modern, Komite Teater, Komite Fotografi, Animasi dan Perfilman dan Komite Seni Musik Tradisional dan Modern.
Terjangan capaian program Dewan Kebudayaan Manggarai ini nantinya mengarah kepada lestarinya bahasa, sastra, tradisi lisan, adat istiadat, ritus-ritus, pengetahuan dan teknologi, permainan dan olahraga tradisional, heritage dan kesenian Manggarai. Pelestarian ini menjadi salah satu dimensi penting untuk pengembangan karakter orang Manggarai dan penguatan sektor pariwisata Manggarai yang oleh Bupati Hery-Heri (2021-2025) didapuk menjadi leading sector pembangunan.
Secercah Harapan Peradaban
Apakah pelestarian kebudayaan berarti menolak peradaban modern? Jelas jawabannya: tidak. Salah satu sifat kebudayaan adalah dinamis. Ia berelaborasi dengan nilai-nilai lain. Ia terbuka terhadap nilai dan praktik hidup yang positif. Terdapat asimilasi, akulturasi dan inkulturasi baik secara natural maupun sengaja direkayasa atau diciptakan.
Kebudayaan Manggarai dipahami sebagai segala system gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam masyarakat Manggarai. Ia menyata pada wujud berupa ide, gagasan, nilai, norma, peraturan, aktivitas dan tindakan, dan benda-benda hasil karya masyarakat Manggarai. Dalam Bahasa J.J. Honingman melalui bukunya The World of Man (1959) wujud kebudayaan ada dalam ide (ideas), tindakan (activities) dan karya (artefacts).
Apa yang menjadi komitmen DKM memberikan secercah harapan bagi peradaban. DKM akan menjadi inisiator bagi kegairahan baru di kalangan pencinta dan peneliti bahasa, sastra dan tradisi lisan Manggarai. Ia menjadi rumah bagi para seniman yang selama ini berjuang sendiri-sendiri. Ia merangkul para pelaku pendidikan untuk membangun pendidikan karakter dengan muatan lokal yang merujuk pada kearifan lokal Manggarai. Ia menjadi perekat komitmen bagi agama-agama yang ada di Manggarai untuk membudayakan pengenaan busana berbahan tenunan ke gereja, masjid, pura, wihara. Selendang songke dipakai saat membawakan tarian persembahan. Kopiah songke dikenakan saat bersembayang. Kain songke dipakai sebagai sarung doa. Lagu-lagu dengan musik, syair dan tari-tarian Manggarai menjadi pilihan utama masyarakat untuk berbagai acara. Ia menjadi pemicu bagi pegiat seni fotografi, animasi dan perfileman untuk bercerita tentang Manggarai dengan keindahan budayanya kepada dunia internasional. Demikian permainan dan atraksi-atraksi budaya menjadi ikon kejayaan karya ciptaan yang mengagumkan.
DKM menjadi penggerak kemajuan budaya, penjaga nilai dan karakter. Ia memberi kontribusi bagi penciptaan kebijakan pembangunan berbasis pariwisata budaya dan religi. Dengan itu, ia berposisi membangun peradaban yang senantiasa lahir dari rahim kebudayaan Manggarai. Inilah secercah harapan yang diletakkan di pundak Dewan ini. Harapan yang tak mustahil karena sudah dimulai dengan langkah pertama: pembentukkan. Selamat bekerja!***